21. Be quiet

361 71 10
                                    

💚

Sinar matahari menyilaukan pandangan seorang gadis yang masih setia di dalam selimutnya.

Dia enggan untuk bangun. Kepalanya masih terasa berat dan berdenyut, serta dingin menyeruak menusuk kulitnya.

"Adek, gimana udah baikan?"

Jisoo masuk ke kamar itu dengan membawa nampan yang berisi bubur yang dia racik sendiri dengan campuran sayuran, dan segelas susu putih. Tak lupa beberapa butir obat.

Gadis itu membuka kedua bola matanya dan menatap wanita yang menguncir rambutnya setengah itu tengah meletakan nampan di nakas samping tempat tidurnya, lalu beralih menatapnya.

Jisoo duduk disamping ranjang Shujin, lalu menempelkan telapak tangannya pada kening putrinya.

"Ya Allah, kamu panasnya naik."

Ujarnya khawatir melihat anaknya yang masih pucat dari semalam. Apalagi ditambah suhu badannya yang naik drastis.

"Adek nggak papa kok, Bun.." Jawabnya purau.

"Adek nggak usah sekolah, ya?"

Gadis itu hanya bisa mengangguk. Toh, kalau sekolahpun dia bakal nggak bisa tenang disana dan malah semakin membuat keadaannya memburuk.

"Sebentar ya, bunda ambilin es batu dulu buat nurunin panas kamu."

Jisoo beranjak dari duduknya menuju keluar, dan dia berpapasan dengan Jaemin saat lelaki itu berada diambang pintu kamar adiknya. Lelaki itu sudah memakai seragam sekolah lengkap dengan menenteng tas hitamnya.

Jisoo melempar senyuman kepada putranya yang dibalas senyuman juga. Lalu dia kembali melangkah menuju dapur untuk mengambil es batu dan handuk kecil.

Jaemin, kemudian beralih menatap adiknya disana, yang juga menatapnya. Tetapi hanya sebentar, gadis itu langsung mengalihkan pandangannya ke jendela yang terbuka lebar dikamarnya.

Lelaki itu melangkah ragu menghampiri adiknya. Dilihatnya, wajah cantik yang sekarang pucat itu membuat dirinya semakin merasa bersalah. Dia duduk disamping adiknya dan memberanikan diri menggenggam tangan gadis kecilnya itu.

"Mas minta maaf, dek.."

Ucapnya lirih melihat wajah yang selalu tersenyum itu sekarang menjadi datar.

Shujin kalau marah dan kecewa sama orang kayak gini bakal diem terus, cuekin orang yang membuatnya marah.

Kata Jaemin, lebih baik adiknya itu marah-marah sekalian daripada mendiaminya sampai beberapa hari. Karena Shujin kalau ngambek susah sembuhnya.

Lelaki berseragam putih abu itu menghela napasnya ketika adiknya hanya mengabaikan ucapannya tadi.

"Mas emang salah, mas emang pantes kena marah, seharusnya kamu kemarin biarin aja mas ditampar sama ayah, biar mas ngerasain sakitnya kamu juga."

Jaemin menatap sendu adiknya yang masih enggan untuk menatapnya, walaupun tidak menolak genggaman tangannya.

Matanya mulai memanas.

'Sayangnya sakit mas nggak sebanding sama sakitnya aku denger mas ninggalin aku dan jalan sama cewek lain..'

Batin Shujin meringis menahan air mata yang akan berlomba-lomba untuk turun itu.

Tidak.

Dia tidak boleh menangis sekarang. Dia tidak boleh terlihat lemah dihadapan lelaki itu.

Ya, dia memang sangat manja dengan kakaknya itu, sampai sebesar ini saja kadang dia masih suka tidur dengan Jaemin.

Tapi untuk kali ini, dia memang tidak mau terlihat lemah.

[3] Hey, Stay Here | Na Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang