69. Who?

199 38 3
                                    

Jam istirahat pertama berbunyi beberapa menit yang lalu. Saat ini, Shujin dan Haechan sedang duduk berdua di kantin. Mereka hanya berdua, Lami katanya ada tugas kelompok jadi tidak bisa bergabung dengan mereka.

Gadis berlesung disamping bibir itu memang lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya dengan kakak-kakak kelasnya, daripada dengan teman sekelasnya. Entah.

"Beb, thanks ya udah ngajarin gue."

Gadis itu mendongakkan wajahnya menatap lelaki dihadapannya. Sedetik kemudian dia tersenyum manis.

"Santai kali Chan, selagi gue bisa, gue pasti bantu kok. Masa ada temen yang kesusahan gue diem aja."

Haechan membalas senyuman hangat gadis dihadapannya itu. Menatap mata indah itu dalam.

"Gue tau lo masih sedih, nggak usah tutupi itu dari gue beb, lo bantu gue, gue juga dengan senang hati bakal bantu lo. Kita hadapi masalah ini bareng-bareng ya. Semangat!"

Shujin terharu dengan perkataan Haechan beberapa detik yang lalu itu, sebisa mungkin dia tersenyum dihadapannya. Dia tidak mau orang lain juga memikirkan masalahnya. Cukup dirinya.

"Makasih, Chan. Lo satu-satunya orang yang masih percaya sama gue diantara sahabat gue yang lain."

"Gue bukan sekedar sahabat lo beb, tapi gue keluarga lo."

Sekali lagi, gadis itu ingin sekali menangis saat ini. Haechan sangat peduli kepadanya disaat semua menjauhinya. Dia beruntung bisa mengenal lelaki itu. Meskipun kadang menyebalkan, tetapi itulah Haechan. Hal yang suatu saat nanti dirindukan dari lelaki itu adalah kejahilannya.

"Gue kan anak angkatnya daddy John, jadi gue keluarga lo juga, ehe."

Shujin terkekeh.

"Udah ah, malah jadi sedih sedih gini, ntar Chanyeol yang unyu ini ikutan nangis."

Gadis itu mengernyitkan keningnya menatap sahabatnya yang mulai bermuka menyebalkan lagi.

"Kutukan buat Chanyeol kembaran sama lo!"

"Eitss!"

Lelaki itu mencoba menghindar saat Shujin terus melemparinya dengan tisu yang gadis itu bawa.

"Bang Chitta! Bakso Echan mana kok nggak dateng-dateng si?!!"

Gadis itu menghentikan kegiatannya saat lelaki dihadapannya berteriak seperti itu tadi. Dia juga menoleh ke belakang, dimana orang yang Haechan maksud berada.

"Tuh kan, kuping nggak dikorek ya gitu..." lirih lelaki bertopi di sana, menatap malas lelaki yang tadi berteriak kepadanya.

"Aku lho udah bilang tho tadhi! Baksone abis mas Haechan!"

"Hilih, bilang dari tadi dong bang! Kan Echan jadi nggak kelaperan gini!"

"Aku tadhi ngomong opo tho..."
Hatinya meringis.

"Habis bener-bener habis gitu bang?!"

"Yo ini tinggal tulang-tulang dhoang, mau po?!"

"Nggak lah, makasih! Tulangnya pasti sama kayak yang jualan tuh! Kecil, kurus, nggak tumbuh-tumbuh!"

Bisa nggak si mereka nggak usah teriak? Perhatian warga kantin ke mereka semua.

Bang Chitta pengen nangis ajalah udah.

Udah daritadi kok bilang kalo baksonya emang habis, kok ya dedemit didepan sana masih minta kepadanya. Malah ngata-ngatain dia nggak tumbuh-tumbuh lagi.

Minta disundut api neraka kali tuh tenggorokan.

"Udah ah, yok balik ke kelas?"

Haechan bangkit dari tempat duduknya, mengabaikan Bang Chita disana yang udah ngelapin matanya pake kain handuk yang bertengger pada lehernya, diikuti Shujin juga dibelakangnya.

[3] Hey, Stay Here | Na Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang