54. Problem

2.5K 300 422
                                    

🎶Problem🎶
                                       
—————————————————————

UP next chapter = 70 VOTES buat chapter ini + 5.475 VOTES buat overall chapters.

-🖤🖤🖤-

Dari puluhan pukulan, tak sampai sepuluh lemparan bola yang gagal dipukul Wifo. Wifo cepat, tangkas, dan kuat. Terlalu berambisi malahan. Membuat Reno yang melempar bola mulai kewalahan menghadapinya.

"Lo jadi batter aja, udah, kalo gini mainnya," kata Reno.

"Lempar aja cepat," kata Wifo seolah tak ingin buang-buang waktu mendengar ocehan Reno.

Reno pun dengan sabar mulai melempar lagi. Reno kagum juga pada Wifo ini. Tak hanya hebat dalam tugasnya melempar bola sebagai pitcher, tapi dia juga mampu menguasai teknik memukul sebagai batter.

Memang, sih, Wifo bilang itu hanya karena dia sudah mempelajari taktik melempar sehingga dia tahu di mana titik-titik kelemahan pitcher sebagai lawan jika tim Wild Wolves yang sedang bermain menjadi tim penyerang. Karena Wifo sendiri pitcher, dia mudah membaca gerakan pitcher lain dan teknik yang dikuasai pitcher sehingga Wifo bisa mengakalinya.

Tetap saja. Reno masih menganggap Wifo ini memang luar biasa berbakat. Reno jadi bertanya-tanya apa sebenarnya yang tak bisa dilakukan Wifo? Apa kekurangannya?

"Udahlah, Man, gua capek!" kata Reno akhirnya. Hari juga sudah gelap, tapi dia bahkan tak melihat tanda-tanda Wifo akan berhenti bermain. Apa Wifo bahkan tak punya rasa lelah?

Ah, Wifo bahkan tak peduli meski tubuhnya sudah lelah. Amarah ini harus dia lampiaskan dengan sesuatu. Karena itulah alih-alih berlatih sebagai pitcher, dia justru berlatih sebagai batter. Emosinya lebih tersalurkan ketika dia mengayunkan tongkat dan memukul bola ketimbang hanya melempar bola.

"Ren!" panggil Wifo ketika Reno meninggalkan pitcher's mound dan berjalan ke arah teman-teman mereka lainnya yang sedang duduk di pinggir lapangan.

"Capek gua! Gue manusia, Woy! Bukan dewa perang yang tenaganya kagak habis-habis!" kata Reno sebal selagi menggertakkan kakinya sesekali ketika berjalan menjauhi lapangan.

Sementara Elang yang berjongkok di dekat Wifo tergelak, Wifo kini berdiri lebih tegak sambil mendengus. Sialan! Padahal dia butuh sekali bermain untuk meredam amarahnya.

"Latian pitching kalo masih mau. Gue belum capek-capek bangetlah. Nggak bener-bener main juga gue," kata Elang yang tak terlalu berperan sejak tadi karena Wifo selalu berhasil memukul.

"Apa juga yang mau dilatih," dengus Wifo sambil menendang-nendang kerikil seraya mengangkat bat ke atas bahu kirinya.

Elang bangkit dari posisi jongkoknya. "Iya, deh, pitcher yang udah master," goda Elang membuat Wifo mencibir. Mereka lalu berjalan menuju anggota tim yang lain di dekat tribune.

"Lagian, ini udah jam berapa, Bro? Lo nggak ke tempat Ocean? Lo dapat undangan VIP, kan?" tanya Elang.

"Hm," jawab Wifo pendek.

Setibanya pun di dekat anggota Wild Wolves lainnya, Elang bertanya lagi, "Dan sekarang pun lo belum otw? Apa nggak telat nanti?"

"Udah telat, kali," celetuk Nicky. "Jelas-jelas Ocean baru selesai nampil."

"Tau dari mana lo?" tanya Elang.

"Menurut lo, dari tadi kita nyantai di sini ngapain? Ya, nontonin Ocean nampil. Kita, kan, supporter utamanya," kata Nicky.

Guilty PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang