50. Intruder

2.1K 266 395
                                    

God save us everyone
For the sins of our hand
The sins of our tongue
The sins of our father
The sins of our young
🎶The Requiem🎶
                                       
—————————————————————

UP next chapter = 70 VOTES buat chapter ini + 4.730 VOTES buat overall chapters.

-🖤🖤🖤-

Riana beruntung bisa melepaskan diri dari lelaki itu. Entahlah Riana yang pintar memanfaatkan situasi saat lelaki itu mengunci pintu depan dan mencabut kunci untuk dia simpan atau memang dia saja yang tidak terlalu berusaha mencengkeram Riana seolah dia tahu Riana tak akan lolos bagaimanapun caranya. Apa pun itu, Riana tak mau buang-buang waktu. Riana langsung bergegas meluncur melewati ruang tamu dengan napas menderu.

Sayangnya, ketika menaiki beberapa undakan tangga menuju sofa ruang tamu, kaki Riana tersandung kopernya sendiri. Riana jatuh tersungkur. Dia berhasil mengangkat tubuh hingga pada posisi membungkuk, tapi ternyata tangan lelaki itu lebih cepat menangkap pergelangan kakinya. Seketika itu juga Riana kembali terjerambab dengan posisi tengkurap.

Riana berusaha menendang ke belakang, tapi gerakannya kalah kuat dibanding cengkeraman dari balik sarung tangan hitam itu. Untuk berbalik agar bisa menambah tenaga pada tendangannya pun Riana tak berani. Dia takut dihadapkan langsung pada sosok penyusup ini.

Riana merasakan darah berdenyut di kakinya yang mengirimkan efek pada jantungnya, membuat kepalanya pusing. Dia kelelahan. Fokusnya juga nyaris terserap habis bersama energinya hingga dia sulit berpikir.

Namun, Riana tak menyerah. Bahkan dalam ketakutannya, dia terus meronta dan ketika merasakan tubuhnya terseret lebih dekat pada lelaki itu, Riana refleks menangkap kaki meja, memeganginya kuat sebagai pertahanan.

Riana memeras paksa otaknya untuk menemukan strategi melepaskan diri ketika tanpa sengaja dia melihat vas bunga di atas meja. Vas yang terbuat dari tanah liat itu berat. Butuh tenaga untuk menggapainya, tapi rasanya akan sepadan jika Riana bisa menghantamkannya pada lelaki ini. Itu akan mengulur waktu agar Riana bisa bersembunyi sambil melakukan panggilan.

Riana menghirup napas dalam-dalam sambil berusaha menenangkan diri untuk mengumpulkan tenaganya dan setelah berdoa dalam keresahannya, Riana akhirnya menarik paksa tubuhnya ke dekat meja dan tanpa buang waktu, dia langsung meraih vas itu. Setelah dapat, Riana berbalik cepat. Riana bermaksud menghantamkan vas itu ke kepala, tapi lelaki itu berhasil menghindar hingga vas itu akhirnya hanya mendarat di bahu lelaki itu.

Sudah cukup. Seperti harapannya, Riana berhasil terlepas dari cengkeraman lelaki itu. Riana pun langsung berguling saat merasakan pecahan kaca berserakan begitu vas membentur lantai.

Tanpa buang-buang waktu untuk memastikan keadaan lelaki itu, Riana langsung berlari secepat yang dia bisa. Dia juga menjatuhkan beberapa kursi makan secara acak untuk menghalangi jalan lelaki itu, setidaknya menghambat pergerakan lelaki itu di dalam kegelapan.

Dengan peluh mengucur deras, Riana bergegas menuju dapur. Itulah satu-satunya tempat yang terpikirkan olehnya karena kamarnya sudah jelas dikunci. Akan memakan waktu jika dia harus mencari kunci lagi dalam keadaan gelap.

Ketika mendengar derap langkah kaki, Riana tahu lelaki itu sudah kembali berjalan. Suara kursi yang berderak membuat Riana yakin lelaki itu termakan jebakan. Meski begitu, takkan butuh waktu lama untuknya keluar dari jebakan. Maka, sebelum lelaki itu melihat Riana di dapur, Riana langsung berjongkok dan meringkuk di balik counter dapur.

Guilty PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang