72. After-Taste

2.9K 299 370
                                    

How can I say this without breaking?
How can I put it down into words when it's almost too much for my soul alone?
I loved and I loved and I lost you
And it hurts like hell
I don't want them to know the secrets
I don't want them to know the way I loved you
I don't think they'd understand it, no
I don't think they would accept me, no
Your heart fits like a key into the lock on the wall
I turn it over, but I can't escape
🎶Hurts Like Hell🎶

—————————————————————

UP next chapter = 15.000 VOTES.

-🖤🖤🖤-

"Non Ocean?" panggil Rima dari balik pintu kamar setelah terlebih dulu mengetuk pintu.

Ocean masih duduk di kursi meja rias dengan sorot mata yang memandang layu ke pantulan dirinya di cermin. Dirinya yang begitu menyedihkan, terlihat kosong tanpa kehidupan, dengan wajah pucat yang disempurnakan oleh gradasi merah kebiruan seperti mayat. Dia masih bertahan dalam posisi bergeming sampai Rima mengetuk pintu lagi.

Ocean menghela napas pelan. "Iya, Bi?"

"Ada mobil hitam di depan rumah, Non. Udah dari tadi Bibi perhatiin dari jendela dan enggak pergi juga sampai sekarang. Apa itu tamunya Non Ocean?" tanya Rima.

Ocean tertegun. Dia bahkan tak tahu apa yang dirasakannya, tapi refleksnya membawa kakinya untuk melangkah ke jendela kamar.

Benar saja. Dari lantai dua ini, Ocean bisa melihat Hummer hitam tengah bertengger di pinggir jalan. Ocean bahkan bisa melihat punggung Wifo. Cowok itu berdiri di samping mobil dengan posisi bersandar ke pintu mobil, membelakangi rumah.

Ocean menelan ludah. Banyak hal yang berkelebat di pikirannya, tapi Ocean terlalu lelah untuk mengevaluasinya satu per satu. Bukan itu yang dia butuhkan sekarang.

"Apa mau disuruh masuk, Non? Atau Bibi bilang Non sakit?" tanya Rima dari balik pintu.

Ocean menarik napas panjang. "Ocean temui aja di luar, Bi," kata Ocean akhirnya.

Sekali lagi, Ocean berhenti di depan kaca, memandangi pantulan dirinya yang terlihat sangat kacau dan berantakan. Bercak-bercak air mata masih terlihat jelas di wajahnya yang lebam-lebam, belum lagi matanya yang tampak sembab dan memerah.

Tak ada sedikit pun keindahan di dirinya lagi, tapi dia bahkan tak bisa menyesali. Apa yang dia butuhkan saat ini jauh lebih besar dari apa pun. Maka, Ocean melangkahkan kaki menuju sang pangeran.

Seperti bagaimana Ocean selalu bisa merasakan kehadiran Wifo di sekitarnya, bahkan sebelum melihat Wifo, Wifo pun ternyata juga punya sensitivitas yang setinggi itu terhadap Ocean. Ocean baru saja melangkah dari teras rumah dan Wifo sudah menegapkan tubuh. Cowok itu memutar tubuh menghadap ke depan mobil, siap menyambut Ocean untuk bicara.

Berusaha tak terkecoh oleh pengaruh yang bisa ditimbulkan oleh pikirannya sendiri, Ocean memilih untuk menunduk sambil berjalan, setidaknya sampai tiba di hadapan Wifo. Ocean sengaja memberi jarak beberapa meter untuk berhenti, berjaga-jaga siapa tahu Wifo akan menyakitinya lagi.

Bagaimanapun, Ocean masih bisa merasakan hawa mencekam seiring kehadiran cowok itu. Kulit Ocean bahkan meremang.

Belum sampai sehari sejak terakhir dia bertemu Wifo untuk mendapati bahwa ada sisi lain diri Wifo yang tak pernah diketahui Ocean. Sisi gelap yang ekstrim dan bisa menjadi sangat berbahaya karena Wifo menikmati sisi gelapnya itu. Tak peduli berapa kali pun Ocean berusaha menyangkal, hati terkecilnya tetap bisa merasakan bahwa Wifo menikmati menyakitinya.

Guilty PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang