4) Botak :)

114 13 0
                                    


Seperti biasa, jangan lupa tinggalkan jejak.

~🌻🌻🌻~

Davina lari tergesah-gesah menuju ke toilet wanita. Ia terus memegang area lehernya yang terasa terbakar dan perih, akibat dari ulah Anna tadi.

"Brengsek si sudra!" cebik Davina sangat emosi.

Dia sangat tidak menyangka orang yang biasa ia panggil dengan sebutan sudra tersebut, kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. Yang ia tahu, Anna itu gadis lemah, cengeng, penurut, lembek dan baperan. Tetapi kini dirinya tak percaya gadis itu lemah itu sudah berubah hampir mirip dengan dirinya. Sangat mengejutkan, padahal kemarin dia masih sempat bertekuk lutut di bawah kakinya.

Apa mungkin gadis itu bukan Anna? Entahlah Davina tidak tahu.

Davina bercermin pada cermin yang terpajang di depan wastafel sambil meneteskan air yang ia ambil dari aliran keran ke arah lehernya yang terkena luka bakar.

Rasanya sangat perih sekali. Dia bersumpah akan membalas gadis itu nanti. Sialnya, dia sedang sendiri, jadi Anna bisa meloloskan diri darinya.

💚💚💚

Dengan rasa kesal yang berkecamuk di dada, Davina berjalan di koridor kelas yang sudah terlihat sepi. Sesekali matanya melirik ke arah pintu kelas yang terbuka, dia melihat banyak siswa-siswi yang sudah duduk mengisi bangkunya masing-masing.

Kini Davina 100 persen yakin dia akan terlambat masuk kelas.

Tadi sial sekali, bel tiba-tiba berbunyi saat Davina selesai mencuci tangannya. Padahal baru saja dia ingin kembali ke rooftop sambil membawa antek-anteknya untuk memperlihatkan bagaimana kebejatan Anna, dan apakah dia bisa bertahan jika mereka se-komplotan kembali membullynya tanpa ampun? Sepertinya tidak.

Ketika kaki kanan Davina baru memasuki batas kelas dan teras kelas, ia langsung tercekat, dan tidak melanjutkan satu kakinya lagi untuk memasuki kelas karena Bu Marwa berdiri di depan pintu, menghadang dirinya.

"Sudah tau bel berbunyi dari tadi, kenapa baru masuk?" tanya Bu Marwa dengan tatapan menyelidik yang begitu tajam.

Davina memutar bola matanya malas. "Apa sih, Buk? Saya habis dari toilet. Salah?"

"Kamu habis dari toilet atau rooftop untuk merokok?" sindir Bu Marwa. Tentu saja Davina sangat terkejut mendengar tuduhan yang sama sekali tidak mengandung fakta itu. Bukan dia yang merokok, tapi kenapa malah dia yang dituduh?

"Nggak! Ibu-"

"Tubuh kamu bau rokok begitu masih mau mengelak?"

Demi apa pun jika yang sedang berdiri di depannya bukanlah seorang guru, pasti Davina akan mendorongnya ke jurang saat ini juga, karena Wanita paruh baya yang satu ini benar-benar sangat menyebalkan.

Soal teman-teman satu gengnya, mereka semua hanya diam dengan ekspresi terkejut tak kala mengetahui bahwa Davina merokok. Padahal sepanjang yang mereka tahu, Davina tidak pernah merokok.

Walaupun sudah tahu Davina tidak salah apa pun. Ketiga antek-antek, berserta teman satu kelasnya hanya memandang dirinya dengan tahapan mengintimidasi, seolah tuduhan dari sang guru adalah sebuah fakta.

"Ibuk motong pembicaraan saya mulu! Dengerin dulu. Yang ngerokok itu bukan saya tapi si sudra!"

Suara histeris karena terkejut terdengar, itu adalah suara dari beberapa teman kelasnya yang terlalu berlebihan dalam memperlihatkan ekspresi terkejut.

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang