Tepat pukul 20.30, Erika terus berjalan kesana kemari sembari sesekali menatap ke arah pintu masuk rumahnya yang berwarna coklay tua. Ibu dua anak tersebut cemas dengan putra kesayangannya yang belum juga menunjukkan keberadaanya di rumah. Entah kemana perginya Darrel, hingga malam-malam begini belum pulang.
Meski ini terjadi bukan untuk yang pertama kalinya, tetapi tetap saja jiwa keibuan Erika merasa cemas.
Sudah berkali-kali Erika mencoba menghubungi Darrel, tetapi yang terdengar hanya suara dari mbak-mbak operator yang mengatakan, nomor yang anda hubungi sedang di luar jangkauan, cobalah beberapa saat lagi.
Erika takut, jika Darrel ikut balap liar lagi. Wanita paruh baya itu khawatir putranya akan kembali dijebloskan ke sel tahanan akibat melanggar jaminan.
"Ael, kenapa kamu belum pulang juga, nak," resah Erika, menatap nanar deretan nomor pada layar ponsel yang ia pegang.
Jeklek!
Mata Erika langsung terpusat ke arah pintu masuk. Seorang pemuda berseragam dengan tas di punggung, masuk dan memberi salam.
Senyum lebar terukir di bibir Erika, setelah akhirnya melihat orang yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Syukurlah, kecemasan yang semula menyelimutinya pun langsung sirna.
"Ael? Kok jam segini baru pulang. Kemana aja?" tanya Erika lembut, sambil berjalan menghampiri putranya.
Darrel tersenyum kikuk. "Habis dari restoran, Ma."
Senyum Erika perlahan mulai pudar. "Loh? Kok kamu makan di luar? Kamu nggak bohongin Mama kan, kalau kamu habis balap motor?"
Spontan, Darrel melambaikan tangannya dengan gerakan cepat. "Aku nggak balapan, Mah. Aku nggak bawa motor. Pergi sekolah aku naik mobil."
"Beneran?"
Darrel mengangguk pelan untuk membuat ibunya yakin.
Erika bernapas lega. "Ya sudah, kamu mandi, terus makan malam ya. Mama udah masakin makanan kesukaan kamu."
"Tapi tadi aku baru makan di restoran mah."
Ah, mengapa Erika bisa langsung melupakannya?
Wanita paruh baya berpiama satin tersebut langsung menurunkan kedua sudut bibirnya ke bawah.
Melihat ekspresi sang ibu, membuat Darrel menjadi iba. Tetapi, mau bagaimana lagi? Dia benar-benar tidak berbohong dengan mengatakan baru makan di restoran. Tadi saat Darrel sedang berada di perjalanan pulang, tiba-tiba Arya menelponnya dan menyuruh dirinya untuk pergi ke eestoran ayam langganannya. Sebenarnya Darrel ingin menolak, tetapi nada bicara Arya membuat dirinya merasa tidak enak untuk menolak.
Darrel mengembuskan napas gusar. "Nanti Aku makan kok mah, tapi sekarang aku mau mandi dulu."
"Emang, kamu nggak kekenyangan?"
Darrel menggeleng. "Malah masih laper."
Erika terkekeh pelan dengan perkataan Darrel. ia senang, karena akhir-akhir ini sifat anaknya sedikit berubah, setelah kepergian saudaranya. Erika tidak tau harus menganggap ini kebahagiaan atau kesedihan.
~🌻🌻🌻~
Di sisi lain, di ruang makan. Satu keluarga lengkap sedang duduk berkumpul untuk menyantap hidangan yang telah di masak oleh juru masak yang mendapat nama panggilan Ibu atau nyonya, di rumah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...