Pukul 18.46, Anna masihlah tertidur lelap di ranjangnya setelah meminum obat nyeri, parasetamol, dan beberapa vitamin tambahan yang diberikan oleh Ayahnya.Untung saja tadi Valdo menemukannya di pemakaman kota. Kalau tidak mungkin orang-orang yang melihatnya akan mengira dia adalah seorang gelandangan.
"Anna, bangun dulu yuk makan. "Maya datang membangunkan putrinya dengan membawa napan di kedua tangannya.
Anna bergerak, meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. "Ngah...tapi aku masih ngantuk."
"Iya ibuk tau, tapi kamu harus makan biar cepet pulih," bujuk Maya, mengelus surai hitam putrinya.
Napas panjang keluar dari kedua lubang hidung Anna dengan sangat mulus. Gadis itu pun bangkit, dibantu oleh sang ibu.
Anna mensandarkan punggungnya pada bantal yang telah disandarkan pada kayu ranjangnya.
Dengan telaten, ibu tiga anak itu menyuapi bubur untuk anak keduanya yang kini terlihat kelelahan.
"Buk?"
Maya menatap Anna dengan lekat. "Iya?"
"Bang Genta kemana?"
"Dia lagi pergi ke acara reunian sekolah," jawab Maya sambil kembali menyendok bubur di dalam mangkuk.
Bisa dibilang kehadiran Abangnya yang bernama Genta itu memang menyebalkan, bahkan sangat menyebalkan. Tetapi tidak tahu kenapa, jika Genta sedang tidak ada di rumah, maupun menjahilinya kesannya seperti ada yang kurang dan hilang.
Jadi gini rasanya punya saudara yang akrab. Batin Anna, mengulum bibir.
Sedok yang disodorkan oleh Maya tepat di depan mulut Anna, sama sekali tak digubris.
"Ayo buka mulut kamu." Anna terbuyar dari lamunannya, ia tersenyum tipis lalu menuruti perintah ibunya.
"Kamu sebenarnya lagi mikirin apa sih, An?" tanya Maya mencoba mengajak putrinya untuk berinteraksi.
Anna menggeleng lemah, sembari mengunyah bubur di dalam mulutnya. "Nggak ada kok buk.'
"Masa?" goda Maya tak percaya dengan ekspresi cemas yang terukir pada wajah Anna. "Kok kamu kayak lagi mikirin sesuatu gitu?"
"Kamu ada masalah?"
Anna diam menatap ketulusan yang terpancar pada senyuman lebar ibunya. Pikirannya menyuruhnya untuk mengatakan apa yang ia rasakan, namun hatinya terasa berat untuk mengungkapkan.
"Kamu kalau ada masalah cerita dong sama ibuk, jangan malah dipendam, ibuk kan ibu kamu, bukan orang asing." Sebelah tangan Maya mengelus rambut putrinya dengan sayang.
Anna mengembuskan napas berat, ucapan dari ibunya berhasil membuat keraguan dalam hati Anna tersingkirkan.
"Sebenarnya aku kangen sama sahabat aku, Buk," jujur Anna mengungkapkan. "Setiap kali aku terjatuh, nggak tau kenapa kenangannya bakal kembali berputar di pikiran, dan setiap kali aku berjalan di sekolah, bayangannya selalu ada."
Maya diam mendengarkan setiap kata yang diutarakan oleh Anna.
"Entah kenapa, berat rasanya ngelupain semua kenangan yang pernah kita buat dulu." Anna mendesah berat. "Apalagi sekarang malah ada kembarannya."
"Emang kembaran sahabat kamu itu kenapa?"
"Dia yang udah bunuh sahabat aku, Buk," jawab Anna dengan suara yang terdengar bergetar.
Hening sesaat.
Akhirnya tangis Anna pecah dan membuat Maya refleks meletakkan mangkuk yang masih tersisa sedikit bubur di dalamnya ke atas nakas dekat ranjang putrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...