"Saya terima, nikah dan kawinnya, bin-binti_""Bibinti! Ulang!" sela Pak Pardi gemas.
"Tapi 'kan masih bisa dilanjutin, Pak," protes Darrel tidak terima.
Pak Pardi menggeleng kukuh. "Saya bilang ulangi, ya ulangi."
Darrel mendesah berat. Sudah yang keempat kalinya ia disuruh untuk mengulang. Kenyataanya walau ini hanya sebuah praktik ijab qabul, tetapi rasanya begitu sulit untuk berucap, seolah mulutnya itu telah dilem dengan kuat.
"Allahu! Ck, lo lama bener, ngulang-ngulang mulu. Cape gue!" kesal Valdo yang sedang cosplay menjadi meja.
Rasa pegal yang menjalari punggung cowok semangka itu membuat dirinya tak kuasa ingin segera merebahkan tubuhnya. Namun apa daya, teman-temannya yang sudah lolos barulah sepuluh orang dan sisanya masih ada delapan karena dirinya dan juga sang ketua kelas tidak diikut sertakan.
"Saya ulangi sekali lagi dan kamu harus lancar, mengerti?" Pak Pardi menatap serius bola mata coklat milik murid yang duduk di hadapannya
Darrel mengangguk pelan. Tangan kanannya kembali menjabat tangan yang ukurannya lebih besar dari tangannya dengan erat. Kini dirinya mulai memantapkan diri dan kembali menguatkan konsentrasinya.
"Saya nikahkan, saudara Darrel Algusafi Jalvinaka, binti Edwin Prastya, dengan saudari Anna Mischelliana binti Raharja Aldentara dengan mas kawin dua buah buku tulis beserta seperangkat alat tulis dan penghapus, dibayar nicil!"
"Kok nicil, Pak?" posisi Valdo yang semula bersujud. Kini langsung berubah menjadi posisi duduk, berapa detik kemudian dirinya tertawa puas sambil berguling-guling di hadapan Pak Pardi tanpa rasa malu.
Bukan hanya sepupunya Anna saja yang tertawa mendengar hal itu, tetapi para saksi yang tak lain adalah teman-teman sekelas Darrel dan Anna, pun ikut tertawa mendengar penghulu mengucapkan kata 'nicil' pada kalimat terakhirnya.
Sedangkan, gadis yang duduk di sebelah Darrel sendiri menjadi malu. Jantung Anna berdetak tak karuan karena gugup. Ia menundukkan kepala, kedua tangannya sibuk meremas-remas roknya.
Valdo meredakkan tawanya. "Mohon untuk para hadirin tenang! Jangan ribut, ini bukan acara tawuran tapi pernikahan, jadi mohon partisipasinya ya," ucap Valdo yang berhasil mengalihkan atensi teman-teman sekelasnya. Alhasil suara tawa pun semakin terdengar samar, sampai pada akhirnya tak terdengar lagi.
"Encok gue, anjer! Kelamaan lu, Rel," sinis Valdo menatap Darrel yang hanya nyengir padanya, kemudian ia menetralkan napasnya sejenak sebelum akhirnya kembali ke posisi semula -menjadi meja.
Berhubung tidak ada yang mau membawa meja kecil dari perpustakaan, akhirnya Pak Pardi memberikan iming-iming berupa nilai yang terjamin bagi sukarelawan yang mau menjadi meja, dan tentu saja ada bonusnya juga, berupa tidak perlu mengikuti ijab qabul. Tentu saja tawaran itu membuat hampir seluruh cowok-cowok di kelas Xl IPS D sangat tergiur, tetapi karena kebanyakan sudah mendapat pasangan, jadi Pak Pardi pun tidak mengizinkan. Berhubung Valdo belum mendapat pasangan karena cowok itu tidak mencari pasangan, jadi beliau menunjuk cowok semangka itu untuk menjadi meja.
"Lanjutkan," titah Pak Pardi yang direspon anggukan pelan dari Darrel.
Darrel menghela napasnya dalam-dalam. "Saya terima, nikah dan kawinnya, Anna Mischelliana bin Raharja Aldentara, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
"Gimana para saksi, sah?" tanya Pak Pardi meminta pendapat.
"SAH!" teriak serempak satu kelas, tak terkecuali Alika yang dengan ogah-ogahan turut berkata sah, meski hatinya merasa tidak ikhlas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Ficção Adolescente[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...