Sekitar kurang lebih satu menit lamanya, Arya terus memperhatikan Darrel yang tertawa lepas dengan melipat kedua tangannya di atas dada."Ini itu vitamin, Ya." Tawa Darrel mulai mereda. "Serius, lo harus percaya. Gue itu nggak ada penyakit."
Setelah terjadi keheningan yang mencekam di antara mereka berdua, seusai menanyakan tentang tanda tanya yang telah Arya tanyakan, mereka berdua pun masuk ke dalam UKS, berbicara empat mata secara baik-baik.
Arya tadi sempat mengira, bahwa Darrel mempunyai riwayat penyakit serius. Namun, setelah mengetahui tablet-tablet tersebut adalah vitamin, kecurigaannya pun hilang begitu saja.
Embusan napas gusar keluar dari lubang hidung Arya dengan mulus. "Lo bikin gue jantungan, tau nggak?"
Darrel menyengir kuda. "Emang lo pikir gue kena penyakit serius, gitu?"
Arya menganggukkan kepalanya pelan. "Muka lo hari ini pucet."
"Iya wajarlah, Ya. Kan gue kekurangan vitamin."
"Serah lo deh!" Arya segera melempar kantung berwarna cream yang ada di tangannya ke arah Darrel. "Buruan minum!"
Kecemasan yang semula datang secara mendadak, kini telah sirna dan berganti menjadi rasa lega serta tenang. Arya cemas karena dia sangat menyayangi Darrel melebihi teman, maupun, sahabat. Ia benar-benar sudah menganggap Darrel layaknya saudara sendiri.
"Dan." Arya menjeda ucapannya selama beberapa saat. Laki-laki dingin itu mengambil sebuah wadah kecil berisi tablet-tablet kecil yang berapa hari lalu ia temukan di toilet.
"Ini vitamin lo." kembali Arya lempar benda itu ke arah Darrel, dengan sigap Darrel pun menangkapnya. "Mungkin, lo nyari."
"Makasih," ucap Darrel menerima.
Seperti biasa Arya hanya diam saja. Memang begitulah dirinya, jika sekiranya pembicaraan telah berakhir, atau kata terakhir sudah diucapkan oleh lawan bicara, dia akan diam, jika merespon paling berdehem, mengangguk atau berkata 'iya' itu pun jarang. Untung saja semua teman dekatnya tahu tentang sifatnya, jadi tidak akan ada yang protes.
Baru saja Darrel membuka tutup wadah tabletnya. Dadanya langsung terasa sangat nyeri dan jatungnya berdebar-debar, hingga tanpa sengaja ia menjatuhkan wadah tersebut sampai semua tabletnya jatuh kemana-mana.
Pendengaran Arya yang tajam menangkap suara pekikan serta benda jatuh pun menoleh. Dilihatnya, Darrel tengah terduduk di lantai sambil meremat dadanya.
Arya yang panik berlari menghampiri Darrel. "El lo kenapa?"
"Ya, gue harus minum obat sekarang juga!" ucap Darrel kesakitan.
"Obat?"
"Akh!" Darrel semakin memekik kesakitan.
Cepat-cepat Arya bergegas mengambil satu persatu tablet di dalam wadah lalu berlari kecil mengambil air di dalam dispenser yang ada di dalam UKS.
Arya memberikan air tersebut kepada Darrel. Dengan cepat Darrel menerimanya, ia pun memasukkan semua tablet berbeda jenis ke dalam mulutnya secara bersamaan, dan menelannya dengan sekali minum.
Melihat itu Arya dibuat tercengang. "Pait?"
Darrel mengangguk. "Obat emang pait, Ya."
"Kenapa jadi obat, bukannya tadi kata lo vitamin?" Arya terkekeh pelan sambil bertepuk tangan. Darrel yang sadar akan kecerobohannya hanya bisa diam mematung sambil menelan salivannya dengan susah payah.
"Sekarang lebih baik lo jujur sama gue, El!" nada bicara Arya kini terdengar dingin dan sedikit meninggi. "Lo sebenarnya ada penyakit apa?"
Sudah tertangkap basah, berani-beraninya Darrel menggelengkan kepalanya. "Gue salah ngomong, ini emang vitamin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...