Ya begitulah akhirnya Anna, dia benar-benar dibuat terkejut, sekejut kejutnya dengan permintaan yang Darrel minta. Ternyata laki-laki itu sangat licik."Kok tiga sih? Gue kan cuma minta satu doang!" kesal Anna merasa tidak terima.
"Ya, gue kan ngajuin 3 permintaan itu sebagai satu permintaan dari kesepakatan kita," entengnya menjawab. "Lagian, lo bilang apa aja kan?"
Rahang Anna jatuh. Asli, kalau mencakar-cakar wajah orang itu tidak kena sangsi, maka Anna akan melakukannya detik itu juga. Karena jujur saja, tangannya terasa gatal saat melihat wajah Darrel yang selalu terlihat menyebalkan.
"Oke fine!" putus Anna menyerah. "Tapi kalau aneh-aneh, nggak akan gue kabulin!"
"Oke."
"Permisi!" sapaan dari seorang wanita paruh baya berjilbab, mengakhiri kesepakatan mereka berdua sore itu.
Dengan cepat Darrel meletakan kotak tempat salad yang telah kosong di atas teras, kemudian pemuda itu berjalan menghampiri wanita berjilbab tersebut.
"Bu Ida." Darrel menempelkan telapak tangan wanita tersebut pada dahinya. "Tumben kesorean?"
"Ah iya, maaf ya jadi lama nunggu. Tadi saya habis ngoreksi kertas ulangan murid-murid, jadinya agak telat deh. Maaf ya," ujar Bu Ida merasa tidak enak.
Darrel mengangguk paham. "Nggak papa bu, ini masih belum terlalu sore."
Anna yang sendari tadi duduk diam memperhatikan di teras, akhirnya pun berdiri ketika dua orang itu mendekat ke arahnya.
Anna menyalami tangan bu Ida sama seperti yang dilakukan oleh Darrel berapa saat yang lalu.
"Kamu yang namanya Anna?" tanya bu Ida sembari mengelus lembut hitamnya.
Kepala Anna mengangguk, kemudian gadis itu melempar seulas senyum pada wanita paruh baya tersebut. "Iya, ibu pasti bu Ida kan?"
"Udah tau masih aja nanya," sabar Genta yang baru saja keluar dari pintu.
Bu Ida terkekeh pelan, sementara Anna mendesis sebal melirik abanya itu. Sudah-sudah jangan ngajak ribut Genta, nanti yang ada malah akan seperti jawaban soal ulangan bahasa Indonesia.
"Hai, Genta. Apa kabar? Masih sendirian aja?" sapa Bu Ida, ketika pemuda berusia 21 tahun itu mencium punggung tangannya.
"Sehat bu. Ya gitulah, masih single perent," cengir Genta bercanda. "Ngomong-ngomong Ibu masih awet muda aja, gimana kalau Ibu sama saya aja?"
Wanita berjilbab itu tertawa. "Single perent kayak udah nikah aja. Kamu ini sebenarnya Dhio atau Genta?"
"Jelas Genta dong bu. Ibu nggak percaya? Serius bu demi salak yang rasanya masih enak, saya itu Genta."
"Iya-iya, saya percaya."
Anna dan Darrel yang tidak tahu menahu tentang sejarah guru dan kang salak Vrindafan itu, hanya diam menyimak sambil bengong.
"Kalian ini kok akrab banget yah?" binggung Anna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Kalian pernah ada hubungan asmara atau gimana, sih?"
"Asrama pala lo segilima!" Genta menoyor pelan kepala adiknya. "Yang sopan sama majikan!"
"Majikan dikira gue babu, apa?" grutu Anna mengusap kepalanya.
"Ya emang apa lagi?" Genta menaikkan sebelah alisnya dengan mimik wajah meremehkan.
"Sialan lo!"
"Assalamualaikum! Permisi!" tiba-tiba salam kompak dengan bias suara laki-laki terdengar, hingga berhasil mengalihkan atensi 4 orang yang berdiri di depan teras rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...