"Bukan, itu punya gue," elak Darrel berbohong dan berusaha untuk tidak panik."Kalau emang ini punya lo, kenapa gantungan hurufnya P bukan D? Nama lo Parrel?"
Darrel membuka mulut, hendak bersuara kembali, namun menyadari di kelas ini bukan hanya ada dirinya dan Valdo saja. Langsung membuat pemuda itu menarik seragam Valdo keluar dari kelas.
Valdo sama sekali tidak memberontak, ia paham dengan apa yang akan dilakukan oleh teman sekelasnya itu.
Sampai akhirnya Darrel berhenti berjalan dan melepaskan tangannya dari seragam Valdo di kawasan lorong kelas yang sepi.
"Jelasin," desak Valdo langsung tanpa basa-basi.
"Itu emang gelang, couplean sama Parang bukan gue," aku Darrel tidak lagi mengelak.
"Terus kenapa lo yang make?"
Darrel mengusap wajahnya gusar. Kemudian mulai mengumpulkan keberanian untuk menjawabnya.
"Karena gue lagi pura-pura jadi kembaran gue." Darrel mulai merasa agak takut melihat perubahan mimik wajah Valdo yang.. ah ntahlah, Darrel tidak bisa menjabarkannya.
"Apa tujuan lo lakuin itu, Rel?" Valdo geleng-geleng kepala, tak menyangka Darrel akan berbuat kotor seperti itu. "Buat luluhin sepupu gue?"
Anggukan pelan dari Darrel pun membuat Valdo semakin dibuat tidak habis pikir. "Ya nggak gitu juga. Lo nggak mikirin konsekuensinya nanti? Kalau Anna sampai tau, gue yakin rasa bencinya ke lo bakalan bertambah."
"Gue tau."
"Terus kenapa lo lakuin itu?"
"Gue nggak bisa nolak keinginannya bang Genta," jawab Darrel cepat, hingga membuat Valdo langsung terdiam.
Seketika hening melanda. Baik Darrel maupun Valdo sama-sama mematung di tempat, seolah-olah waktu telah berhenti.
"Lo_" ucapan Valdo terhenti kala suara larian dari belakang terdengar mendekat ke arahnya.
Seorang gadis berambut hitam bergelombang berhenti tepat di samping Valdo dengan napas yang terengah-engah.
"Tan-te Erika nyuruh gue bilang ke lo. Kalau nanti pulang sekolah kita harus ke mall buat beli baju pertunangan kita," ujar Kanaya dengan sisa tenangannya.
Valdo yang masih bisa mendengar dengan baik, dibuat tercengang oleh fakta yang baru saja tertangkap jelas di telinganya.
Ia memandang Kanaya yang kelelahan dan Darrel yang tegang secara bergantian.
"Gue pikir lo udah bener-bener berubah, Rel. Tapi nyatanya lo masih brengsek." Valdo pun menonjok pipi Darrel hingga mengakibatkan muka Darrel tertoleh ke samping dan pipinya menjadi memar.
Kanaya yang menyaksikanya, melototkan matanya terkejut. Sementara Valdo berjalan pergi, meninggal mereka berdua tanpa perduli sedikit pun dengan apa yang baru saja dia perbuat.
Terserah, baginya hukuman ini masih tidaklah cukup.
"Woy lo_"
Darrel mengangkat tangan sebagai kode agar Kanaya menghentikan tindakannya.
"Gue nggak papa," ujar Darrel meyakinkan.
"Ngaco lo! Pipi lo jadi bengkak gini."
"Udahlah, luka kecil. Paling dikompres juga sembuh," ucapnya menganggap enteng rasa nyeri yang menjalari sebelah pipinya.
"Ya udah ayo kita obati di UKS," pasrah Kanaya malas berdebat. "Aneh lo berdua, kenapa bisa brantem sih, padahal kalian temenan?"
🌻🌻🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...