49) Gebetan Babang Genta :)

20 5 0
                                    


Langit gelap bertabur bintang menemani Darrel selama perjalanan menuju rumahnya. Rumah demi rumah, serta belokan ia lalui malam ini.

Sudah malam tapi belum larut, dan sudah seharusnya ia pulang sepuluh menit yang lalu atau bahkan berjam-jam yang lalu agar ia tidak terlambat mengikuti makan malam yang selalu rutin dilaksanakan, apalagi hari ini ayah Darrel bisa hadir. Entah apa yang membuat Darrel betah berlama-lama di studio radio sore tadi.

Dan benar saja, suara dentingan piring yang bersentuhan dengan sendok terdengar mendominasi ruang makan ketika Darrel telah memasuki rumah. Terlihat ada papa, mama, Arya dan satu perempuan yang tidak asing, dia Kanaya.

"Maaf kami makan duluan karena terlalu lama nungguin kamu," ujar Erika tersenyum menyenangkan.

Edwin meletakkan alat makannya di atas piring. "Kamu kenapa terlambat? Ikut balap liar lagi?"

"Sudahlah om jangan marah dulu sama Darrel, mungkin ada hal penting yang harus dia lakukan. Makanya dia terlambat," ucap Kanaya berusaha membela.

"Benar yang dikatakan oleh Kanaya?"tanya Edwin memastikan.

Darrel mengangguk pelan. "Maaf terlambat pa, Ael barusan dari rumah Anna.

"Anna Micelliana, ya?" tebak Kanaya tanpa diminta.

Dua orang tak membuka mulut sama sekali menoleh pada Kanaya, sementara pria yang usianya paling tua sibuk dengan makanannya. Ada kerutan di dahi Arya ketika melihat wajah gadis yang duduk di sebelahnya ini terlihat berseri-seri.

"Iya." lagi, Darrel mengangguk mengiyakan.

"Apa dia anak Raharja dan Maya?" Erika menatap Darrel, menunggu jawabannya.

"Iya, ma."

"Ngapain kamu ke rumah dia?"

"Belajar, ma," jawabnya jujur.

Erika mangut-mangut mengerti, kemudian menyuruh putranya untuk duduk di sebelahnya. Darrel menarik kursi, duduk, lalu membalik piringnya, ia mengisi piringnya sendiri, setelah itu kegiatan makan malam keluarga pun kembali di lanjutkan, semua orang di ruangan itu sibuk dengan makanannya masing-masing.

"Ael?" bisik Kanaya yang duduk di sebrang pemuda berambut rapi tersebut.

Darrel mengangkat kepalanya, mengarah ke arah Kanaya. Pemuda itu menunggu jawaban dari Kanaya sembari mengunyah makanan di dalam mulutnya.

"Lo suka sama Anna ya?" tanya Kanaya hati-hati.

Arya yang duduk di sebelah Kanaya sendari tadi diam sambil menajamkan pendengarannya sontak mengangkat pandangannya ke arah Darrel.

Mulut Darrel secara otomatis berhenti bergerak. Ia diam sejenak. Yang terdengar hanyalah suara almunium yang bersentuhan dengan keramik.

Akhirnya Darrel menggeleng pelan. "Enggak."

"Kalian lagi ngomongin apa?" Erika menatap tiga orang remaja itu secara bergantian.

"Ah!" Kanaya mengerjapkan kedua kelopak matanya. "Nggak kok tante."

Sementara Arya sendiri memilih bungkam dan kembali melanjutkan kegiatan makannya.

"Masakan tante enak kan?"

Kanaya mengangguk cepat. "Iya-iya e-enak kok tante. Enak banget malahan."

Seulas senyum manis mengembang di kedua sudut bibir Erika. "Baguslah kalau gitu."

Sebelum kembali makan, Kanaya sempat menatap Darrel cukup lama. Entahlah, rasanya jawaban yang diberikan oleh Darrel terasa tidak meyakinkan.

Gadis itu, Anna. Sepertinya ada sesuatu yang spesial dalam dirinya yang harus Kanaya ketahui.

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang