24) Ijab Qabul Masal :)

33 8 0
                                    


Valdo diam sejenak, menatap Darrel. Mungkin perkiraan Valdo sebelumnya sedikit terpeleset, harusnya dia berpikir juga kalau Darrel butuh waktu untuk bisa mencerna baik-baik, sebelum akhirnya paham.

Valdo mengembuskan napas lega saat Darrel mengangguk. "Akhirnya lo paham juga."

"Iya hampir lupa." Darrel berdehem pelan. "Maklum banyak pikiran."

"Mikirin apaan lo?" tanya Arya serius.

Darrel menggeleng. "Gada."

"Ye anjer!" cibir Valdo menoyor pelan kepala Darrel. "Bego!"

"Ada cuma kan privasi. Nggak semua yang gue pikirin harus dipublikasikan, kan?" Darrel meringis pelan mengusap kepalanya.

Valdo mengangguk mengerti. " Coba sekarang, apa maksud dari ucapan gue yang tadi, tentang lapan belas, dua satu itu?"

"Ada PR matematika halaman delapan belas sampai dua puluh satu dari Bu Erna, kan?" tanya Darrel memastikan.

Mendengar ucapan Darrel yang tak sesuai dengan expetasinya membuat tubuh Valdo refleks terjungkal ke belakang layaknya orang pingsan.

"Ya Allah, otak dia belum terkontaminasi rupanya." Valdo menatap kosong langit- langit kamar Darrel. Tubuhnya terlentang -lemas lesu di karpet.

Untung saja Valdo mengingatkan, bahwa ada pekerjaan rumah matematika yang belum sempat Darrel kerjakan dari halaman delapan belas sampai dua puluh satu. Awalnya Darrel merasa kesulitan dengan teka-teki ini, tetapi setelah dipikir-pikir, plus plus dan angka delapan belas, dua puluh satu itu ada hubungannya dengan matematika.

"Pak Pardi, bukan bu Erna," ujar Arya yang membuat mata Darrel yang semula menatap Valdo langsung tertuju ke arahnya.

"Oh iya," cengir Darrel sambil mengusap tengkuknya. "Gue nggak tau soalnya baru pindah kelas."

Jika kalian berpikir Darrel itu sebenarnya sefrekuensi dengan pikiran Valdo, maka kalian salah. Meskipun Arya pernah menonton hal-hal tidak senonoh, tetapi selama bersama Darrel ia belum pernah menunjukkannya. Mereka berdua jika berkumpul, biasanya hanya sekedar bermain game, mengerjakan tugas, atau nongkrong ke suatu tempat. Maka dari itu otaknya tidak bisa singkron dengan si cowok semangka.

"Besok kamis pelajaran apa?" tanya Darrel pada Arya.

"Ya, itu, pelajarannya pak Pardi."

Darrel mengerutkan keningnya. "Emang ada mapel Pardi? Teori Pardi, isinya tentang apa?"

"Teori tentang proses cowok disebut sebagai buaya dengan rumus, P kali A kali R kali D kali I!" semprot Valdo dengan nada bicara cepat.

Sang empunya kamar melongo mendengar penjelasan Valdo yang masih coba ia cerna baik-baik. Dan untuk Arya sendiri, cowok itu memilih tak acuh dan masih kembali disibukkan dengan memakan jelly.

"Oh...jadi,emang ada teorinya ya? Yang nemunin teori Pardi itu asalnya dari mana? Kok gue baru tau?" tanya Darrel secara beruntun.

"LAWAK LO!" geram Valdo berteriak keras."Gue kibulin percaya aja. Kagak ada profestor Pardi! Teorinya juga kagak ada! Yang dimaksud Arya itu besok pelajaran matematika," jelas Valdo panjang lebar.

"Baru dateng udah panas aja nih. Ada apa gerangan, kawan?" suara seorang laki-laki dari pintu, refleks membuat ketiga cowok di dalam kamar menoleh.

"Riko? Ngapain lo kesini?" Valdo menyipitkan matanya, menatap curiga pada Riko.

Tanpa permisi. Riko melangkah masuk ke dalam kamar begitu saja, ia mengambil duduk di samping Darrel yang masih terdiam menatap dirinya.

"Jadi?" Riko menaikkan sebelah alisnya, menatap tajam wajah Valdo. "Lo ngusir gue?"

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang