Anna membeku di tempat, ia masih menatap lekat, sepasang mata indah yang tersaji di depannya. Sebelum akhirnya membuang muka karena malu.Sialan! Menyebalkan! Menjengkelkan! Belum juga Anna siap untuk menjawabnya, Parangga malah menagihnya.
"Kenapa?" Parangga memperhatikan gadis berbalut dress putih itu dengan seksama. "Masih butuh waktu buat jawab?"
Anna mengangguk kecil, masih belum memindahkan posisinya. Hal itu membuat Parangga membuang napasnya panjang. Kalau keadaan tidak memaksa dirinya untuk mendesak, Parangga mau-mau saja menunggu, tapi hidupnya benar-benar singkat, dan jika Anna terlalu lama membuatnya menunggu, mungkin sekalipun dia sudah di tanah, Anna tidak akan menjadi miliknya.
"Emangnya, nggak bisa jawab sekarang ya, An?" tanya Parangga penuh harapan.
Bola mata Anna bergerak cepat ke sembarang arah. "Aku masih ragu, kalau buat sekarang."
"Apa yang kamu ragukan dari aku? Bukannya kamu sendiri udah jujur, kalau kamu suka sama aku?"
Anna mengulum bibirnya. Pertanyaan yang dilontarkan Parangga barusan, semakin membuat rasa bingungnya bertambah besar. Anna pun tidak tahu, mengapa dia bisa sebingung ini, dan kenapa dia meragukan sosok Parangga.
Parangga meletakkan kameranya di rumput. Ia menarik kedua tangan Anna lalu menggenggamnya erat untuk menyalurkan keyakinan.
"Tatap mata aku, An," ucap Parangga lembut dan tulus.
Meski ragu, Anna pun melakukannya. Namun tak bertahan lama, gadis itu menunduk karena salah tingkah saat berkontak mata langsung dengan Parangga.
"Tingkah kamu itu udah buktiin kalau kamu emang suka sama aku, An." Meski sedikit kecewa pada Anna, Parangga tetap berusaha menampilkan senyumannya.
Anna menatap tangan Parangga yang masih mengengamnya. Jantungnya berdisko brutal gara-gara hal ini.
Sampai tiba-tiba pandangan mata Anna fokus pada gelang hitam bergantungan huruf K, yang melingkat di pergelangan kiri tangan Parangga.
"Gelang simbol K ini, dari Kanaya, ya?" gumam Anna merasa sakit melihatnya.
Parangga menjatuhkan pandangannya. Ia melihat gelang miliknya masih berada di tangan. Sial! Parangga lupa untuk melepaskannya.
Pemuda itu segera melepas tangan Anna, dan langsung melepas gelang hitam tersebut.
"Inisial K di sini bukan Kanaya. Tapi Karrel," tutur Parangga mengangkat gelangnya hingga kilatan pada gantungannya terlihat karena tersinari cahaya.
Anna mengernyit bingung. "Karrel? Siapa dia?"
"Itu aku." Parangga tersenyum kecil. Ia menyimpan gelang tersebut ke dalam kantung celananya. Matanya beralih menatap Anna yang menampilkan wajah penuh tanda tanya.
Parangga terkekeh pelan. "Karrel nama asli aku waktu kecil. Dan sewaktu usiaku menginjak 9 tahun, aku ganti nama, atas keinginan Darrel."
"Darrel nggak ikut ganti nama?"
Parangga menggeleng. "Ganti nama jadi apa? Paranggi?
Anna refleks tertawa, mentertawakan hal yang sebenarnya bukan lelucon.
"Jadi," ujar Parangga menggantung, membuat tawa Anna mereda dan menatap dirinya. "Kamu ragu buat nerima aku, karena gelang K ini? Kamu ngiranya aku suka sama Kanaya?"
"Kayaknya...iya."
"Berarti sekarang kamu udah nggak ragu lagi?"
Anna bergumam, mencari kata yang tepat untuk menjawab. "Kayaknya iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Fiksi Remaja[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...