51) Makasih :)

24 5 0
                                    


Senyuman Genta mengembang ketika mengamati adiknya yang berusia remaja tengah di peluk oleh pemuda yang menurutnya baik.

Dan setelah itu pandangan pria itu teralihkan ke arah rumah bercat biru di sebrang jalan. Ia sedikit terkejut melihat Nia sedang menatap dirinya.

Wajahnya sangat ayu hingga membuat Genta tak berkedip. Rambut hitam panjangnya yang terurai teriup angin semakin menambah pesona gadis itu.

Kedua sejoli itu sama-sama tenggelam dalam tatapan jarak jauh yang tidak sengaja mereka ciptakan.

"Cie bwang Genta!" teriak Dhio hingga berhasil mengalihkan fokus Genta.

"Setelah liatin dedek mesra-mesraan sama dedek ifar si abwang gmau kalah ya bun," goda Dhio yang membuat Genta salah tingkah.

"Bising lo!" ketus Genta melintasi tubuh cowok tukang typo tersebut.

"Bising teriak bising," sahut Farel yang duduk di tepi ranjang Genta mengompori.

.

Mau bagaimana pun keadaan di SMA Trisatya, Davina berserta para antek-anteknya akan selalu berhasil membuat banyak siswi mendunduk tak berani menatapnya, bahkan beberapa siswa pun juga.

Seperti saat ini, meskipun hanya Davina seorang yang melangkah dengan arogant melintasi koridor demi koridor kelas, banyak siswi yang tidak berani mengangkat kepalanya untuk sekedar melihat penampilan gadis berambut ikal itu pagi ini.

Duag!

"Sial!" umpat Davina menoleh tajam pada seseorang yang berjalan atau lebih tepatnya baru saja menabrak punggungnya.

Mata Davina gencar menelisik gadis berjaket kulit dengan polesan lipstik berwarna merah delima yang begitu menawan.

Bukan, dia bukanlah Fira sahabatnya, karena rambut Fira itu pendek sebahu. Davina memincingkan matanya, gadis di sebelahnya yang kini juga tengah menatap dirinya kelihatan begitu familiar.

"Sudra?" tebak Davina tercengang. Gadis berambut ikal itu berjalan mengitari Anna untuk melihat penampilan barunya yang nyaris tidak bisa ia kenali.

Seketika tawa Davina pecah, ia mencubit kedua pipi Anna menggunakan satu tangannya hingga bibir Anna monyong ke depan, namun dengan cepat Anna menepisnya dengan kasar.

"Nggak usah nyari masalah sama gue," ujar Anna dengan dingin.

"Gue?" Davina menunjuk dirinya sendiri, setelah itu ia tercengang. "Bukannya lo yang mulai duluan, ha?"

Bruk!

"Aww!" Davina memekik kesakitan ketika bokongnya mendarat dengan cukup keras di lantai akibat dorongan kuat dari Anna.

Davina mendongak menatap Anna dengan api yang menyala-nyala di kedua matanya.

"Gue bilang nggak usah nyari masalah sama gue!" teriak Anna hingga beberapa saksi mata yang melihat di koridor diam membeku tak berani untuk ikut campur.

Anna membalas tatapan Davina tak kalah tajam dari pisau. Kemudian matanya memperhatikan berpasang-pasang mata yang mengitari dirinya, langsung saja mereka kembali menunduk oleh aura intimidatif yang terlihat jelas pada mata Anna.

"Bajingan!" seru Davina mencoba bangkit.

Gadis beruncir kuda itu kembali melanjutkan perjalananya yang sempat terkena kendala tanpa memperdulikan hal-hal yang sudah ia lintasi di belakangnya.

Sesampainya di kelas, suara-suara bising dari para murid perempuan yang asik berumpi ria terhenti ketika Anna berdiri di ambang pintu dengan penampilan sangar yang belum pernah mereka lihat sebelumnya.

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang