57) Rumah Valdo :)

25 6 0
                                    


Darrel garuk-garuk kepala ketika membaca kertas kecil ditangannya yang tulisannya seperti tulisan dokter.

"Banyak amat sampai sebelas," gumam Darrel di saat dirinya berjalan seorang diri di koridor rumah sakit.

Di dalam ruangan tadi, saat setelah Genta masuk. Ketiga lelaki itu saling bercengkrama, dan Darrel baru tahu fakta bahwa dokter Hendra dulunya adalah senior Genta sewaktu di kampus.

Darrel yang masih berjalan, mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana. Ia menyalakannya dan melihat waktu menunjukkan pukul 15.48. Pemuda itu baru mengingat sesuatu, bahwa dia akan menjemput Anna untuk menjenguk Valdo.

Tadi Anna sempat mengirimkan pesan untuk segera menjemput sebelum pukul 16.00.

Pemuda itu lantas berbalik arah. Pergi, dan meninggalkan niatnya untuk menebus obat. Menurutnya lebih baik ia ambil saat pulang nanti saja, daripada mengambil risikonya sekarang. Darrel takut saat ia menyembunyikan di bagian-bagian mobil, tiba-tiba Anna akan menemukannya.

.

Cittt!

Ban mobil Darrel berhenti tepat di depan pagar rumah orang yang ia tuju. Dan syukurlah, seorang gadis berpakaian rok selutut dibalut jaket jeans biru keluar, jadi Darrel tidak perlu berlama-lama menunggu.

"Lo bisa anterin gue pulang sebelum magrib kan?" tanya Anna di sela-sela memasang sabuk pengaman.

Darrel pun menoleh, menatap Anna sebentar, kemudian menganggukkan kepalanya.

Anna lantas membuka pintu mobil, duduk di depan kemudian menutupnya kembali.

Setelah dirasa siap. Tanpa ba bi bu, Darrel langsung menjalankan mobilnya menjauhi kediaman Anna.

Sepanjang perjalanan tidak ada topik pembicaraan untuk mereka berdua perbincangkan untuk sekedar mengusir hening. Hanya Anna sajalah yang membuka suara secara singkat, seperti berkata belok kanan, atau belok kiri.

Darrel yang masih fokus mengemudi, diam-diam melirik gadis yang duduk di jok sebelahnya. Perlukah dia mencari perkara dengannya?

"Lagi mikirin apa?" tanya Darrel membuka topik pembicaraan, bermaksud untuk menghilangkan keheningan diantara mereka.

Anna yang tadinya diam memperhatikan jalanan pun tersadar dan segera menoleh ke arah Darrel.

"Gada," jawabnya dengan singkat.

"Bener?" tanya Darrel memastikan. "Tadi di sekolah pipi lo merah banget. Kayak lagi sakit."

Mendengar hal itu, refleks tangan kiri Anna menyentuh sebelah pipinya.

Dengan segera Anna pun menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan pipinya. Ia takut pipinya kembali memerah.

"En.. nggak!" bantah Anna. "Emang kenapa?"

"Ya nggak papa si. Gue cuma khawatir lo kenapa-napa aja."

Apa katanya? Khawatir?

Hanya satu suku kata 'khawatir' tetapi mampu membuat desiran aneh terasa di hati gadis berambut hitam panjang itu.

Anna segera memalingkan wajahnya ke kiri. Ia tidak tahu, apakah kondisi pipinya semakin memerah atau tidak. Yang jelas, dengan cara memalingkan wajah begini, Darrel tidak akan melihatnya.

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang