Hujan deras masih mengguyur bumi. Anna saat ini tengah duduk besebelahan dengan kakaknya di jok depan mobil."Lo baru pulang kuliah, Bang?" tanya Anna untuk sekedar basa-basi.
Mata Genta fokus menatap jalanan dengan kedua tangan yang mengendalikan stir mobil. "udah dari tadi jam setengah empat."
"Kok lo baru jemput gue, sih?"
"Lo-nya nggak minta dijemput. Gue ya, nggak akan lakuin kalau nggak disuruh," papar Genta santai.
Haaah..., Anna nyaris saja lupa kalau kakak laki-lakinya ini memang suka membuat orang darah tinggi.
"Tapi." Anna menjeda ucapannya selama beberapa detik. "Kalau nggak ada yang nyuruh, terus kok lo jemput gue?"
"Valdo yang nyuruh."
"Lo ketemu dia di mana dah?"
"Rumah."
"Njir!" seru Anna terkejut. "Ngapain dia ke rumah?"
"Katanya sih mau nyalin tugas sosiologi lo," jawab Genta tak mengalihkan pandangannya.
"Sialan!" cebik Anna kesal.
"Ntar jangan lupa, kasih gue upah salak, sebagai tanda terima kasih karena udah nganterin lo."
Anna menolehkan kepalannya sembilan puluh derajat secara sepontan ke arah kanan. "Bangsat. Ada maunya ternyata."
"Ya lo sebagai adek yang baik dan budiman kan harusnya tau cara memperlakukan kakaknya dengan baik."
Dahi Anna berkerut, masih melihat Genta. "Hilih, lo juga. Harusnya sebagai Kakak yang baik dan budiman, harusnya tau juga cara memperlakukan adiknya dengan baik.
"Yang muda, harus sopan sama yang lebih tua."
Astaga naga! Mau sampai kapan Anna terus menghadapi sikap laknat kakaknya ini? Anna benar-benar berharap, setidaknya satu kali saja Genta tidak memancing emosinya. Tetapi, sepertinya itu sangat mustahil.
"Kalau gitu, mending yang jemput gue, Pak Dedi aja!" kepala Anna kembali ke posisi semula. Kedua tangannya kini terlipat di atas dada, dengan ekspresi cemberut.
Genta menoleh sekilas ke arah adiknya. "Pak Dedi aja lagi jemput Ibu. Ck, lagian gue juga sebenarnya ogah jemput lo. Lagi enak-enakan nonton drama India juga."
Kan? Genta itu memang layak dicap menyebalkan!
Anna menggerutu. "Gini amat punya abang."
***
"Dokter Raharja sedang beristirahat di rumah ICU," kata seorang perawat rumah sakit berpakaian serba putih.
Mendengar hal itu, membuat jantung Anna dan Genta berdetak lebih cepat. Setelah berterima kasih,kedua kakak-beradik itu berjalan beriringan dengan cepat menuju ruang ICU yang berada dilantai dua.
"Bisa-bisanya pihak rumah sakit nggak ngasih kabar ini ke gue!" Genta berujar dengan nada kesal sembari terus membuang tenaganya untuk berjalan cepat menaiki tangga.
"Ihh! Itu mah, lo-nya aja yang budek karena nonton drama India volumenya keras!" cibir Anna tak karuan sembari membuntuti kakaknya dari belakang.
"Ya kalau kagak keras mana kedengeran! Orang hujan juga."
Mendengar pernyataan dari kakaknya, membuat Anna dibuat gemas sendiri ingin menelannya hidup-hidup. "UDAH TAU NGGAK DENGER! KENAPA MALAH NYALAHIN PIHAK RUMAH SAKIT ANJIR!!"
Masa bodoh dengan pandangan para pasien, dokter ataupun penghuni rumah sakit yang berlalu lalang di sekitar mereka. Bukannya ingin bertingkah semena-mena, tetapi Anna sudah kadung kesal terhadap kakaknya, sehingga emosinya pun meluap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...