46) Tiga? :)

19 5 1
                                    


🌻🌻🌻

Pulang sekolah tidak ada tugas apa pun yang membuat Anna memiliki kesibukan. Untuk saat ini gadis berambut hitam bergelombang itu tengah larut dalam kebosanan di temani sekranjang salak berukuran besar, bang Genta dan tentu saja drama India kesayangannya.

Anna merosotkan tubuhnya di sofa."Bang, hari ini gue enaknya ngapain, ya?"

"Emang lo nggak ada PR?" tanya Genta sembari mengupas kulit salak.

Gadis itu menggeleng lesu. "Baru kali ini gue ngerasa hampa karena nggak ada tugas."

"Cih, kayak lo pinter aja."

Anna beranjak, membenarkan posisi duduknya menghadap ke arah Genta. "Jangan salah lo, ulangan ekonomi nilai gue 55, terus biologi 40, sosiologi 60, hebat kan gue?"

Genta yang semula fokus pada layar digital di depan langsung menolehkan kepalanya 90 derajat ke arah adiknya sambil melotot tajam.

"Nilai jelek lo bangga, dek?" tanyanya tak percaya.

Anna mengangguk bangga. "Iyalah orang itu udah termasuk bagus."

Sedikit informasi, saat sebelum istirahat ke dua tadi, Vera sang sekertaris sempat membagikan kertas hasil ulangan yang telah ia ambil dari kantor guru.

"Gila!" satu geplakan ringan mengenai kepala Anna. "Kalau Ibuk sama ayah sampai tau, mati lo."

"Halah, lo pikir gue percaya sama tipu daya lo?"

"Gue serius!"

Anna tersentak dengan ucapan Genta. Netra coklatnya menatap lekat ke arah netra hitam milik abangnya itu.

"Lo nggak bohong kan, bang?"

"Lailahailallah!" Genta mengusap wajahnya gusar. "Gue mesti ngelakuin apa biar lo percaya, hah?"

"Makan biji salak," jawabnya dengan polos.

Tanpa berpikir panjang Genta pun mengambil salah satu biji salak yang berada di antara tumpukan kulit, kemudian ia mengarahkannya ke mulut.

"Ck, gila lo!" sadarnya membuang kembali biji tersebut ke dalam plastik.

Anna terkikik menyaksikan tingkah absurd abangnya.

"Ye dikibulin mau aja," ledeknya menjulurkan lidah.

"Bodo ah."

Berapa saat Anna masih terkekeh, sementara Genta sedang mencoba mengingat sesuatu sambil mengunyah salak di dalam mulutnya.

"Tapi soal nilai lo itu, gue seratus persen yakin kalau ibuk sama ayah sampai tau mereka bakalan marah," ucapnya mencoba serius.

Pemuda berusia 21 tahun itu mengigit ujung salaknya. "Dulu aja nilai fisika gue 65, terus sesudah ibuk sama ayah tau, gue akhirnya dilesin privat, mana nggak boleh main."

Anna diam mencermati setiap suku kata yang dilontarkan oleh Genta. "Jadi?"

Kedua bahu Genta terangkat sekilas. "Paling nasib lo bakalan sama kayak gue."

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang