Anna tergopoh-gopoh ketika Riko menarik tangannya sambil berlari. Irama jantungnya berdegup cukup kencang, dan beberapa kali keseimbangan kakinya goyah. Ia juga beberapa kali hampir terjatuh, kalau saja matanya tidak terus memandang ke bawah."Rik, gue bisa jalan sendiri!" geram Anna saat dirinya lagi-lagi harus menuruni tangga.
"Bacot!"
Riko akui, paras Anna sebenarnya cantik kalau dilihat dari standar natural, bahkan terlihat lebih cantik dibandingkan Keyra-kekasihnya. Tapi Riko tetap saja membencinya, bukan karena itu sih, tetapi karena apa pun yang diucapkan oleh gadis yang tengah diseretnya ini selalu memuakkan baginya.
Dari tadi dirinya terus meronta, berusaha melepaskan tangan Riko dari pergelangan tangannya. Namun, usahanya itu hanya sia-sia. Jadi dengan terpaksa, Anna harus pasrah saja.
"Lo mau bawa gue kemana?" meskipun pasrah, Anna tetap menyempatkan diri untuk memuaskan rasa penasarannya.
Tidak ada sahutan dari Riko. Cowok berandal itu masih saja mencengkram pergelangan tangannya dengan sangat erat.
Sampai pada akhirnya, Riko melepaskan tangan mungil itu dengan sedikit menghempaskannya sampai sang pemilik tangan jatuh terjerembab ke tanah.
Jatuh tepat di depan sepasang kaki bersepatu hitam pekat.
Kepala Anna terangkat ke atas. Ia melihat laki-laki berambut klimis tengah membawa sebucet bunga di tangan kirinya, sementara tangan kanannya yang tadinya menggantung di sisi tubuhnya, kini bergerak -terulur ke arah Anna.
Anna tak acuh. Ia berdiri sendiri tanpa menjabat tangan Devan yang berniat membantunya.
Setelah mengusap-usap bokong serta kedua telapak tangannya. Kini mata Anna fokus terpusat pada laki-laki di depannya yang tengah menyengir lebar.
Devan meremas tangannya yang masih berada di udara, tak tersentuh sedikit pun oleh tangan lain. Kemudian tatapannya beralih ke arah gadis cantik yang kini berdiri di depannya.
Pemuda itu memaksakan diri untuk tersenyum."An, aku disini mau_"
"Kalau ngomong jangan kebanyakan basa-basi!" potong Anna dengan ketus.
"Disini aku mau," ulang Devan tiba-tiba terhenti ketika melihat bola mata Anna berputar.
Embusan napas panjang meluncur dari hidung Devan. Tidak ingin berbasa-basi lagi, laki-laki itu langsung berjongkok dengan salah satu kaki tertekuk menyentuh tanah.
"Will you be my girlfriend?" teriakan histeris terdengar dari orang-orang yang menyaksikan, tetapi itu tidak membuat Devan sedikit pun merasa malu. Ia justru merasa bangga karena hari ini ia berani menyatakan perasaannya di depan umum.
Jelas Anna terkejut. Tetapi, sebisa mungkin ia tetap menetralkan ekspresinya dengan wajah datar.
Tangan Anna terulur, menyambar bucet bunga mawar merah yang ada di depan perutnya.
Tindakan Anna barusan, jelas semakin membuat para penonton heboh. Termasuk Darrel yang baru saja datang -menyaksikan di lantai atas.
"Nggak!" tolak Anna mentah-mentah, melempar bucet bunga tersebut ke muka Devan.
Teriakan kecewa dilontarkan oleh sebagian besar penonton.
Selesai menolak. Anna berbalik badan, segera pergi meninggalkan lokasi dengan kondisi berpasang-pasang mata yang menatap dirinya dengan tatapan mengintimidasi, seolah Anna adalah oknum yang paling bersalah di sini.
Anna tahu ini sedikit kejam, dan yang pasti dirinya akan menjadi gosip hangat oleh para lambe turah SMA Trisatya. Tetapi, mau bagaimana lagi? Dia sama sekali tidak menaruh perasaan pada Devan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parangga [√]
Teen Fiction[Part Lengkap] "Parang? Kenapa sih setiap kamu dibully, bukannya nangis kamu malah senyum?" Parangga terkekeh pelan. "Itu karena aku tidak ingin menunjukkan sisi lemahku kepada mereka." "Hm?" "Jadi begini, jangan pernah menunjukkan sisi lemahmu ke...