41) Kesepakatan :)

16 3 0
                                    


Berita yang terpampang di dalam papan berkaca itu jelas sangat gila. Anna tidak habis pikir, bisa-bisanya orang yang sudah meninggal malah digosipin dengan gosip buruk.

Anna geleng-geleng tak percaya. Berita hoax macam ini, bisa dipercayai oleh teman-teman seangkatannya?

Tercengang!

Oh ayolah. Kenapa bisa berita semacam ini lolos sensor untuk dipajang di mading? Segabut itukah tim jurnalistik, hingga memperbolehkan? Apa mereka tidak memikirkan jiwa orang yang harusnya tenang di alam sana, malah jadi stres karena tahu masalah ini.

Kan sangat tidak lucu kalau di alam sana Parangga harus stres.

Anna menolehkan kepalanya sekilas ke kiri, matanya tanpa sengaja menangkap keberadaan seorang laki-laki yang berdiri sambil bersedekap dada.

Kaki Anna berjalan menghampiri laki-laki itu. "Danu!"

Danu menoleh dan melambaikan tangan sambil tersenyum ramah pada Anna. "Hallo Anna."

Anna tersenyum canggung. Menggaruk pipinya. "Lo yang masang berita itu, Dan?"

"Iya."

"Dapet berita darimana Dan?" tanya Anna penasaran.

"Oh itu, em kata tim jurnalistik sih dari Darrelnya langsung."

"Hah?" Anna melotot. "Serius lo?"

Kepala Danu mengangguk dua kali. "Ng..nggak tau juga si. Gue cuma bertugas masang doang. Tapi, tadi salah satu anggota tim bilang gitu sewaktu gue tanya."

"Lo coba tanya Darrel aja langsung. Biar lebih jelas," lanjut Danu, memberi saran.

"Oh ya udah, makasih banyak, Dan."

Danu meresponnya dengan anggukan pelan.

Anna berlari pergi meninggalkan Danu yang diam bergeming di tempat.

Haaah, menyebalkan! Tangan Anna yang lukanya belum mengering memang masih sakit, tapi berita hoax itu jelas lebih penting daripada rasa sakit itu.

Bayangkan saja, isi berita bodoh itu menjabarkan bahwa sebenarnya Parangga itu bukan kembarannya Darrel, dia hanyalah orang biasa yang oprasi plastik agar bisa terlibat dalam hidup Darrel. Dan orang-orang goblok di sana malah percaya saja.

Ya Tuhan! Ingin rasanya Anna pingsan saja. Kenapa sih berita ini dipasang, seolah ini sebuah keharusan? Apa penting?

Keterlaluan sekali si Darrel, hingga harus menambah beban pikiran Anna.

Saat sampai di ambang pintu kelas XI IPS C yang terbuka, dengan mantap Anna masuk. Ketika dirinya sudah ada di dalam, Davina dan para antek-anteknya yang semula duduk di meja, turun, kemudian menghampiri Anna.

"Nih." Alika menyodorkan sebuah buku nota bersampul tebal dengan gambar batik pada Anna. "Sekarang lo jadi bendahara."

"Itu tugas lo bukan gue," balas Anna menyingkirkan buku itu dari hadapannya.

Alika mendecih. "Lo goblok banget ya! Ini itu sekarang udah jadi tugas elo!" sentaknya, penuh penekanan.

Pandangan Anna teredar ke seluruh penjuru kelas, menelisik satu-persatu teman-temannya. Tak butuh waktu lama, ia langsung menemukan laki-laki yang ia cari, berada bangku paling belakang.

"Lo denger ucapan gue nggak sih?!" lagi, nada bicara Alika kembali naik.

Anna menoleh. Ia hanya merotasikan bola matanya malas. Lalu tidak ambil pusing, ia segera mengambil buku nota tersebut dengan kasar. Matanya yang sendiri tadi terpusat ke arah Darrel kini menuntun langkah kakinya ke deretan bangku paling belakang -menghampiri pemuda yang kini juga tengah menatap dirinya.

Parangga [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang