Prologue

16.6K 1.4K 194
                                    

"I need a diamond ring

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"I need a diamond ring."

"Getcha, Captain!"

Riuh ramai mengudara. Para awak kapal bernyanyi penuh ria, serta menyambut surya yang perlahan muncul dari gulungan awan.

Sesuai perintah si Kapten, tangan kanannya pun masuk ke dalam kabin untuk mencari-cari cincin kesukaan. Sementara yang punya cincin tengah menjijit, berusaha menemukan saudarinya di antara lautan manusia.

Bersatunya kedua kelingking mereka, membuat adik-kakak itu saling terikat. Kapten muda itu akan meninggalkannya untuk beberapa minggu, tentu saja tanpa izin Sang Adik perjalanan tak akan terasa tenang. Bayang-bayang wajah cemberutnya pasti selalu berhasil membuat fokus melayang.

"Kak Ethan! Aku di sini, ugh!" teriak bocah kecil dari ujung sana, di dekat Penjual Apel. Wajah itu memerah karena berteriak untuk menarik perhatiannya. Bukannya langsung menghampiri, Ia hanya terkekeh melihat usahanya.

"Kapten! Fajar telah tiba! Mari kita segera bergegas!" Salah satu awak melambai-lambai ke arahnya. Mengetahui itu, Kapten benar-benar langsung menghampiri adik kecilnya.

Matanya bertemu manik hazel yang sepertinya tengah terbakar oleh amarah. "Tenggorokan aku sakit karena Kakak! Hmp!" Pipinya mengembung lalu wajahnya enggan menatap Sang Kakak.

Yang lebih tua bergerak panik, "Tidak, tidak. Telingaku memang bermasalah tadi, Aria. Tolong maafkan kakakmu ini!" garis bibirnya melengkung ke bawah. Sedetik kemudian si Kecil mencium pipinya. "Baiklah, Kak. Dimaafkan, lagipula kakakku tidak mengingkari janjinya!"

Ethan mengangkat kembali garis bibirnya. Memeluk adiknya sekilas dan sedikit menundukkan badannya. Menjajarkan tinggi perempuan manis yang sekarang menaiki tong berisi Apel.

Kemudian menepuk kedua bahu adiknya, berharap di masa depan, bahu kecilnya ini tidak menahan beban yang berat. Kalaupun iya, Dirinya yakin saudarinya ini bisa mengatasinya. Ia tahu, adiknya ini adalah anak yang paling tangguh sedunia.

Setelah memujinya dalam hati, lelaki berpenampilan rapi itu kembali mendalami manik hazel itu. "Aria, Kakakmu ini akan menempuh perjalanan yang panjang. Jalan yang kami lewati pasti takkan mudah. Untuk itu, tolong jaga dirimu baik-baik sampai aku kembali. Dan saat hari itu tiba, tolong kembalikan cincin berlian ini kepadaku. Ini adalah janji kita yang kesekian. Aku harap kita akan menepatinya seperti janji-janji sebelumnya."

Kemerlap bintang dari manik perempuan kecil itu tidak kunjung hilang. Dia begitu mengagumi sosok di depannya. Lima detik setelah puas menatapi cincin yang sekarang mengalung di lehernya, dia mengangguk mantap. Lalu memeluk leher Kakaknya kuat-kuat, sampai Kakaknya terbatuk-batuk.

Kelak cincin berlian ini akan muat di salah satu jarinya.

"Selamat tinggal, Aria!"

"Yang benar itu, sampai ketemu lagi! Dadah, Kak Ethan!"

Kapal besar milik Ethan ditelan kabut. Menghilang dari perairan Pul.au Mercene. Meninggalkan harta karun berharganya, Arienne.

"Kapten aku tidak menemukan cincinmu!"

"Wah, kalau begitu... Kau harus mengepel lantai dan menghitung karungnya sekali lagi!"

"Hey!"

"Hahahaha!"

Dua bulan kemudian. Anak perempuan yang sama tengah berlari menuju pelabuhan. Rambutnya melompat ke sana ke mari sangking semangatnya.

Ia mengumbarkan udara ke mana-mana. Sambil memegangi lututnya, anak itu mengambil napas dalam-dalam. "Huh... Apa aku terlambat?"

Hanya ada kepakan Burung laut yang menemani ombak berderu. Tidak ada para Nelayan, tidak ada sambutan, tidak ada sorakan, ketiganya bersembunyi ketika senja pulang.

Anak itu duduk di ujung jembatan, membiarkan kakinya diselimuti genangan.

"Apa di sana menyenangkan, Kak?"

Empat bulan kemudian, masih pribadi yang sama. Anak itu sudah sedikit lebih tinggi, sepatunya menyapa kayu tua milik jembatan yang masih berdiri kokoh di tepi laut. Masyarakat merawatnya dengan baik, tak jarang mereka menyikatinya. Mencegah lumut tinggal tanpa diundang.

Kali ini ia datang ketika mentari tepat di atas kepala. Menyoroti setiap sudut pulau, termasuk lautan di depannya. Begitu tenang, damai dan menyejukkan. Tidak ada alasan khusus kenapa ia menyukai perairan asin itu. Ia hanya berharap Sang Samudra membawa miliknya kembali dengan ombak besar. Berharap Poseidon tahu bahwa relungnya begitu kesepian. Berharap yang dirindukan segera kembali datang.

"Terlalu asyik, ya, Kak? Aku juga mau."

Link short trailer Scylla's Way ➡️➡️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Link short trailer Scylla's Way ➡️➡️

SCYLLA'S WAY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang