[Telah diterbitkan]
Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Ethan pergi berlayar. Meninggalkan harta karun berharganya, Sang Adik. Ia membuat janji, bersumpah ia akan kembali. Sayang sekali, janji tersebut hanya omong kosong semata. Ethan tak pernah kem...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
"Apa?! Kau mau Arzov bubar?!"
TARR!
Kilat menyambar. Petir menakutkan itu membentuk akar rambat seakan mau meremukan langit-langit. Gulungan awan berkumpul dengan warna keabu-abuan.
Rintik tangisan dari langit perlahan jatuh dengan deras. Membasuh wajah mereka bersamaan senyum yang perlahan luntur.
"Kapten, kenapa?"
Kapten mereka duduk di salah satu batu besar. Meraup rambutnya ke belakang, menampakkan keningnya yang basah oleh hujan.
"Moran, aku sudah memikirkan ini baik-baik. Untuk melewati Selat Messina, tentu kita harus berhadapan dengan Charydbis atau Scylla. Kalau Charybdis tidak memungkinkan sekali bisa dilewati," Awak kapal mereka mengepalkan tangan masing-masing. Memang tingkat risikonya akan sangat tinggi jika memaksa untuk tetap beramai pergi.
Ethan membiarkan tubuhnya diguyur hujan. Menatap mereka dengan keyakinan yang sudah ia runding di dalam kepala.
"Kalau aku membawa kalian melewati Scylla, kepala monster itu akan merengut nyawa kalian. Aku tidak seperti Odyseuss yang diberkahi Dewa, aku hanya manusia biasa. Aku tidak bisa mengorbankan kalian."
Moran menampar pelipis Ethan dengan keras. Bunyinya begitu nyaring. Panas merambat dari pipi, Ethan pun tersentak.
PLAK
"Kadang sikap nekatmu itu merepotkanku. Kau pun juga tahu kau ini manusia biasa, tidak perlu nekat menyebrang ke Selat!" teriaknya penuh penekanan, api dalam dirinya tersulut begitu saja.
Jackson dengan cepat menahan tangan Moran yang akan melayangkan satu pukulan lagi. Tidak biasanya Moran semarah ini.
Laki-laki itu menepis tangan Jackson, beralih menunjuk dada Ethan dengan kasar.
"Kau sok peduli dengan orang lain, sementara kau tidak pernah takut kehilangan nyawamu sendiri! Tidakkah itu egois?!"
Kapten dari Arzov itu hanya termenung, mendengarkan sumpah serapah yang Moran lontarkan. Sementara Jackson memandangnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. "Kau ... berniat pergi sendiri?"
Ethan mendongakkan kepalanya, pandangannya serius. "Setelah dipikir-pikir itu urusanku, dan tidak ada hubungannya dengan kalian."
"Jackson, kau juga punya adik yang menunggumu di rumah, kan? Pulanglah." Ethan menarik perahu yang sudah menunggu, naik ke atasnya. Hanya dengan modal dayung dan alat-alat seadanya, laki-laki itu memutuskan untuk pergi sendiri.
Kegilaan Ethan memang dasarnya tak dapat mengimbangi logika. Tidak jera dengan akibat dari perbuatan nekatnya.
"Bagaimana dengan Arienne?"
Mata hitam pekat itu terpejam. Hatinya terasa goyah setelah Tangan Kanannya menyebut nama sang adik.
"Tidak. Kau hanya akan mati, kembalilah bodoh." Jackson berusaha menahan Ethan. Namun tidak ada bujukan yang berhasil untuk menghentikan aksinya.