79 : The end of all wounds

2.2K 701 295
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

...

Badai salju menyapu sekeliling pulau. Surai putih itu menyatu dengan warna salju, bulu matanya dihinggapi oleh debu es.

"North?"

Suara seorang wanita mengganggu ketenangannya. Manik peraknya terbuka pelan-pelan, sosok itu awalnya terlihat samar kemudian anak itu bisa melihat senyum depannya dengan jelas.

Wanita itu menjulurkan tangan, pakaiannya putih bercahaya. Seperti bidadari yang memesona. Anak itu berkedip penasaran, siapa wanita dengan senyum teduh itu?

Tangan di depan bergerak, wanita itu ingin North segera menerimanya.

Tangan mungil sedingin es itu terangkat, jatuh pada telapak tangan sang wanita. Dia menarik North untuk bangun, lalu mengajaknya berjalan-jalan.

Setiap langkah seperti menambah umurnya. Perlahan tingginya melampaui wanita itu. North mengikuti ke mana wanita yang memiliki senyum teduh itu menuntunnya.

Lama-kelamaan ia melihat satu sosok yang sama sepertinya. Seolah keduanya adalah cermin, hanya ada satu perbedaan di antara mereka. Yaitu warna rambut. Dia memiliki surai hitam, berbeda dengan North yang memiliki surai putih.

Langkahnya berhenti ketika mendengar lolongan anjing entah dari mana. Wanita itu menoleh, bertanya-tanya kenapa North tidak melanjutkan.

North hanya menatap tangan yang memegangnya lamat-lamat. Lalu melepaskan ikatan itu, tak lama wanita cantik di depannya berdiri menghadapnya. Ia tersenyum, lalu mengecup kening North. Sebelum akhirnya dia melanjutkan langkahnya sendirian, sampai wanita itu berdiri di samping seorang laki-laki.

Sapuan hangat pada keningnya menjalar ke seluruh tubuh. Tak pernah ia mendapat rasa hangat yang menenangkan.

Lolongan anjing itu semakin dekat. North menoleh ke sana-sini, membiarkan bayangan keduanya menghilang.

"Ayss? Ayss!"

Dari dadanya muncul secerah cahaya, North begitu kebingungan. Namun yang pasti, cahaya itu terlalu silau sampai-sampai matanya harus terpejam dengan erat.

Saat ia kembali membuka matanya, ia merasakan sakit di seluruh tubuh. Pandangannya buram, ia mengedipkan matanya berkali-kali untuk mendapatkan penangkapan yang lebih jernih.

Samar-samar teriakan seorang perempuan terdengar. Ramai yang mengerumuninya, berharap agar dirinya benar-benar bangun.

Mata peraknya terbuka dengan sempurna. Hembusan napas terasa ringan bersamaan uap dingin yang keluar dari mulutnya. Lehernya dipeluk erat-erat oleh beberapa orang yang khawatir pada nasibnya.

SCYLLA'S WAY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang