[Telah diterbitkan]
Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Ethan pergi berlayar. Meninggalkan harta karun berharganya, Sang Adik. Ia membuat janji, bersumpah ia akan kembali. Sayang sekali, janji tersebut hanya omong kosong semata. Ethan tak pernah kem...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
Seseorang dengan manik hijau itu menjambak rambutnya sendiri, "Sialan."
Ia menyamar menjadi salah satu dari awak bajak laut yang tidak diketahui identitasnya. Memang perilakunya yang tiba-tiba meninggalkan kelompoknya pasti menimbulkan tanda tanya besar. Tapi dia takkan memikirkannya terlalu lama, lagipula kaptennya itu hanya mementingkan kakaknya. Jadi, mereka takkan bertemu lagi setelah ini. Mereka merepotkan, seharusnya ia senang sudah lepas dari bajak laut aneh itu.
"Tch, anak Poseidon itu ... kuharap dia tidak bermulut besar."
Maniknya menelusuri laut, pegunungan, dan bukit yang menjulang. Sebuah goa raksasa, mereka masuk dengan mudah karena ukuran goa tersebut lebih besar dari kapal.
Hatinya menggebu-gebu, sudah lama ia menantikan ini. Pulang. Siapa yang tidak merindukan rumah? Baginya berada jauh dari Telaga itu adalah mimpi buruk. Rasa janggal dari hati tak bisa ia jauhi, ia benar-benar ingin pulang.
"Turunkan jangkar, kita turun!"
Bebatuan curam dan licin itu cukup menyulitkan para perompak. Ia mencoba tidak terkena airnya, bisa gawat kalau bajak itu tahu identitas penumpang gelap itu sebenarnya.
Mereka terus berjalan, hingga akhirnya sampai ke tujuan. Bajak laut itu mengeluarkan serapahnya saat melihat apa yang terjadi pada Telaga.
Hutan-hutan lebat menutupi cahaya yang mencoba menembus permukaan air, rimbunannya memang membuat sejuk. Tapi entah kenapa Telaga yang seharusnya terisi dengan air hitam itu mengering, hanya seperti tanah yang basah. Sumur yang berada di tengahnya sebagai pintu gerbang itu kini hancur.
Deg.
Pupilnya bergetar. Napasnya tercekat, pemandangan yang paling ia benci kini menjadi kenyataan. Ketenangan yang ia coba kendalikan kini pergi entah ke mana.
Telaga ini bukan Telaga biasa, Myerth adalah Telaga yang airnya bisa membuat keabadian. Itulah kenapa dulu banyak sekali yang mengincarnya, sekarang pun masih. Mungkin beberapa bajak laut lain tahu bahwa Telaga ini telah mati, makanya tidak seramai dulu.
Tapi ... kenapa dan siapa yang berani menghancurkan Telaganya?!
"Bagaimana ini kapten? Sudah gagal dapat kerang itu, gagal pula menjadi abadi!"
Mata hijaunya mengilap tajam, "Bagaimana kalau kalian mati saja?" Kumpulan perompak itu membalikkan tubuh mereka, menatap orang yang berani menyatakan perang sendirian.
Orang itu memang pandai dalam bela diri, menahan kekuatannya agar terlihat setara dengan manusia membuatnya muak terkadang.
Sekarang sorot matanya tidak sekuat sebelumnya, pandangannya lemas. Sepatunya melangkah dengan pelan, luka di tubuhnya tak seberapa dengan jumlah mayat yang ada di belakangnya. Ia meraih sumur itu dengan pandangan yang buram, mengangkat reruntuhan yang menutupnya.