...
Di sinilah Arienne berada. Mengejar si Bandit.
Dirinya tidak menyangka akan menjadi selengah ini. Mungkin karena ia tidak pernah kemalingan sebelumnya, informasi desa pun kurang diingat karena begitu larut memikirkan Kakaknya.
Kakinya dengan gesit menyesuaikan kecepatan Bandit yang membawa karungnya di pundak. Uh, sepertinya Bandit itu sudah berpengalaman karena hafal semua rute, termasuk jalan pintasan.
Kini jarak jemarinya dengan karung itu hanya beberapa senti, namun tiba-tiba Bandit itu berbelok membuatnya tertabrak kumpulan jerami. Bergegas gadis itu bangkit, menyeimbangkan tubuhnya yang terlalu menunduk, sehingga tidak jadi mencium tanah dua kali.
"Kembalikan itu padaku!"
Arienne kembali menyusul si Bandit, berusaha menggiringnya ke sesuatu tempat. Bandit itu berdecih, dilihat lagi Arienne dibelakang, dia tidak peduli dengan orang-orang yang ditabraknya. Pokoknya ia harus berhasil kabur dari pandangan lelaki itu.
Tidak ada pilihan lain ketika melihat padatnya orang di depan sana. Ia memutuskan untuk berbelok.
Kumis tipisnya ikut terangkat, "Kena kau."
Sepatu si Bandit memberi tolakan, ia berhenti. Hampitan dinding rumah warga, dalam artian dia sudah akan berakhir di jalan buntu.
Sedetik kemudian pemilik karung curiannya datang, mencegat jalan keluar. Napasnya terengah-engah bersamaan dengan buih keringat di pelipisnya berjatuhan. Dia menekuk lututnya dan menahan tangan di atasnya.
Bandit itu menoleh dengan kaku, mengangkat kedua tangannya. Juga menjatuhkan karung curiannya.
Namun, bukannya diam di tempat, Bandit itu malah maju dua tiga langkah. "Ambil karungmu dan biarkan aku pergi. Bagaimana?" ucapnya diiringi dengan senyum yang terlihat ramah.
Berbeda dengan apa yang Arienne lihat, itu bukan keramahan, tapi tawaran meremehkan. Bukan senyum tapi seringai.
Tidak ingin menghambat tujuannya, gadis yang tengah menyamar itu mengangguk. Berusaha mengubur tatapan dendamnya dalam-dalam, damai akan menyelesaikan semua perkara.
Bruk!
"Kupikir kita sudah berdamai?!" kesalnya ketika Bandit itu menabrakkan tubuhnya dengan sengaja.
"Kita? Lelucon yang lucu, tapi senang bisa bertemu denganmu, Tuan."
Suara husky itu membuat darah Arienne mendidih. Ia mengambil karungnya dan keluar, mengabaikan aksi memanjat dinding lewat jendela oleh Bandit.
Tangan gadis itu mengusap dadanya, berusaha meredam amarah. Namun, yang terjadi berikutnya membuat kesabarannya meledak. Kalungnya hilang.
Buru-buru ia menoleh dan mendapati Bandit di atas gedung perumahan. Yang dapat dilihatnya, Bandit itu memamerkan lidahnya sembari memutar kalung pemberian Ethan.
"Kena kau." Bibirnya bergerak mengucapkan itu tanpa suara.
Hatinya terbakar amarah. Segera ia melakukan hal yang sama untuk capai ke puncak gedung. Tidak memperdulikan pot ataupun kaca jendela yang pecah karenanya.
Bandit itu baru saja akan puas dengan curiannya, cincin berlian yang lebih daripada isi karung tadi. Namun, ekor matanya menangkap sesuatu yang mencengkram ujung bata. Itu tangan seseorang. Kepalanya langsung teringat si Kumis tipis.
Sebelum Bandit berpikir untuk menginjak tangan itu, Arienne sudah akan sempurna berdiri di hadapannya.
Mereka kejar-kejaran lagi. Bandit merobohkan batuan dan kayu-kayu di sana, menghambat langkah penangkap.
Lalu mereka lompat dari bangunan satu ke bangunan lainnya. Jika gerakannya tidak imbang dan lambat, maka Arienne bisa saja terpeleset dan mengalami patah tulang.
Gadis itu melompati drum yang berjatuhan akibat ulah Bandit. Demi Cinnamon Toast, laki-laki itu sangat menguji kesabarannya.
Sampai ketika salah satu drum itu berhasil menginjak kaki kanannya, membuatnya reflek menangkat kaki itu. Karenanya Arienne kehilangan keseimbangan dan mundur beberapa langkah, hingga akhirnya benar-benar terpeleset.
Prank!
Gadis itu jatuh.
Pergerakan Bandit itu mendadak kaku, dan berhenti. Dia menoleh dengan ragu, melangkah mendekat, memastikan apakah pengejarannya sudah berakhir.
Namun, anak itu lebih tangguh dari dugaannya. Tangan Arienne terangkat untuk menarik celana Bandit, "Tarik atau jatuh bersamaku!"
Bandit itu panik karena celananya terlihat akan robek kalau dia masih memberontak. Ini bukan masalah takut jatuh, ini masalah harga diri.
Bagaimana bisa dia mencuri tanpa celana nantinya?
Dia memutuskan untuk menarik Arienne. Namun, keputusan itu adalah satu kesalahan besar. Gadis itu lompat ke arahnya dan mencekiknya, berteriak kesetanan. "KEMBALIKAN BENDA BERHARGAKU!"
Wajahnya kian memerah karena cekikan itu semakin kencang, kakinya bergerak untuk menendang Arienne.
Lalu berhasil lepas, mencoba melarikan diri lagi, tetapi pemilik kumis tipis itu masih mengincar lehernya. Membuat keduanya berguling-guling sambal bergantian mencekik.
Tak lama kemudian keduanya jatuh, menghancurkan salah satu tenda penjual. Barang dagang itu berserakan di mana-mana. Sementara yang membuat kekacauan mendesis sambil meringis. Punggung dan lengan keduanya terasa nyeri.
Para pedagang dan penjual mengerumuni mereka, salah satunya menyaut. "Bukankah dia adalah si Kepala bernilai lima ratus pen? Bandit yang punya seribu kesempatan untuk lolos, Jake!"
"Eh, wajah yang satunya seperti tidak asing... Hah! Dia yang memakan Toastku tanpa membayar!"
"Apa mereka partner in crime? Sialan sekali!"
Jake yang lebih dulu sadar dengan situasi. Matanya milirik Arienne yang kehilangan semua tenaganya.
Namun, matanya malah melihat kejangalan dari tubuh korban curiannya. Yaitu, kumisnya yang merosot dan dadanya yang mulai menonjol. Pantas saja Jake merasakan sesuatu waktu berguling tadi.
Jadi, korbannya ini aslinya seorang perempuan?
Ketika mereka berniat akan mengikat mereka berdua, Jake bangkit dan menggendong tubuh Sang Gadis. Membawanya kabur dari khalayak pasar.
Samar-samar Arienne bisa mendengar suara lelaki yang kini tengan merangkuhnya.
"Ini pertama kalinya aku mencuri sesuatu dari gadis. Hah... Andai aku mengetahuinya dari awal, maka aku takkan melakukannya."
...
KAMU SEDANG MEMBACA
SCYLLA'S WAY
Fantasy[Telah diterbitkan] Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Ethan pergi berlayar. Meninggalkan harta karun berharganya, Sang Adik. Ia membuat janji, bersumpah ia akan kembali. Sayang sekali, janji tersebut hanya omong kosong semata. Ethan tak pernah kem...