...
Huru-hara mengudara, menyorakan ketakutan juga kepanikan yang mencubit setiap jiwa. Berbondong-bondong menyelamatkan diri dari malapetaka atau mati tanpa asa.
Kelompok yang baru saja keluar dari mansion itu juga sama takutnya, hati sukar ntuk tenang di situasi mendesak seperti sekarang. Tentakel raksasa itu menyibak ke sana ke mari, meremukkan setiap benda yang ia sentuh. Tanah bergetar hebat, membelah diri menjadi retakan besar.
Jake mengeratkan kaki Demian, agar laki-laki itu tidak jatuh dari punggungnya. "Pegangan yang erat, Demian!" Sejak tragedi itu, Demian tidak lagi bertenaga. Bibirnya begitu kelu untuk dibuka, matanya hanya menatap retakan tanah yang semakin melebar dengan tatapan kosong.
Arienne menarik tangan Juward, padahal pemuda itu bisa melangkah sendiri. Keduanya berlari beriringan, meloncati retakan tanah dan bebatuan sembari bergandengan. "Aku bisa melakukannya sendiri, kau tahu?" Di sela-sela mereka melangkah Juward mendesis, ia tidak terlalu menyukai sentuhan fisik. "Awas!" seru Arienne, dia segera menarik tangan Juward mendekat agar tidak tertimpa runtuhan atap rumah. "Kau kan, punya aku? Mari saling melindungi, Ju! Lewat sini!"
Anehnya genggamannya begitu halus dan hangat. Juward tak bisa menolak, ia menurutinya.
Mata hazelnya mencari objek yang sedari tadi tidak kelihatan, namun semakin mereka melangkah udara pun semakin dingin. Gemuruh monster itu menyaingi reruntuhan es milik kawannya, siapa lagi kalau bukan North. Arienne geram karena laksamana itu enggan melepas North barang sedetikpun, ia harus cepat membawa North pergi atau North malah akan pergi ke penjara bersama wanita tua itu.
Meski sudah terengah-engah dan penuh luka, North sukar untuk mundur. Baginya mundur di suatu duel adalah bentuk tindakan pengecut.
"Oh, boy. Sebenarnya kau ini siapa? Manusia jenis apa kau ini?"
Wanita itu melompati reruntuhan tanpa takut terjatuh, mengabaikan tentakel raksasa yang menghancurkan pulau. Ia hanya ingin mengobati rasa penasarannya terhadap pemuda di depannya.
Qesia merasa familiar tapi ia yakin bahwa dirinya belum pernah menemui manusia es ini sebelumnya, sama sekali tidak pernah. Namun, wajahnya cukup mirip seseorang samar-samar.
"Baiklah, ini pertanyaan terakhir. Dari mana asalmu?"
"Kepulauan Congealed," Saat lelaki itu mengeluarkan kata, uap dingin dari napasnya mengudara. Nampaknya tubuhnya mulai mencapai batas ukur kekuatannya, terlalu banyak memakai kebolehannya bisa menyebabkan kefatalan yang North sendiri belum sampai ke tahap itu.
Alis milik laksamana itu menyerit, "Jangan bercanda denganku, Nak," Qesia bergerak untuk menendang kepalanya, tapi North menangkisnya dengan tangan. Entah kenapa pertahanannya melemah dan ia terlempar menubruk reruntuhan.
"Tidak akan ada orang yang hidup di sana! Memangnya siapa yang melahirkanmu di tempat terkutuk itu?"
Kemudian ia tersadar dengan kalimat barusan. Ekspresinya memudar, rahangnya kaku untuk mengangkat kata. "Mustahil ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
SCYLLA'S WAY
Fantasy[Telah diterbitkan] Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Ethan pergi berlayar. Meninggalkan harta karun berharganya, Sang Adik. Ia membuat janji, bersumpah ia akan kembali. Sayang sekali, janji tersebut hanya omong kosong semata. Ethan tak pernah kem...