...
Terkadang manusia berjuang seakan masih ada hari esok. Jerih keringat, luka, dan duka kerap menemani sampai manusia mendapatkan hasil.
Namun, tak semua manusia bisa mendapatkan hasil yang diinginkan. Kegagalan pahit harus mereka terima. Tak sedikit dari mereka menyerah karena rintangan yang dilalui begitu berat. Manusia-manusia itu tak sanggup melewatinya. Lelah dan kecewa. Semua ada batasannya.
"Maaf, North. Aku menyerah."
Kalimat itu. Sejak kalimat itu masuk ke dalam telinga North, sesuatu mengangkatnya untuk berdiri. Ia mengepal tangannya kuat-kuat, biarkanlah rasa sakit itu membunuhnya.
Dari kakinya, serpihan es merambat ke seluruh kapal hingga perbukitan. Gulungan awan hitam itu tiba-tiba menurunkan salju. Setiap kali North mengeluarkan napas, uap putih keluar dari mulutnya.
Wajahnya menunduk, mengingat-ingat apa yang terjadi sebelum ia merasakan gumpalan emosi yang tak stabil. Ayss, regunya, dan juga ... Arienne. Mereka yang awalnya membuat dirinya merasakan kehidupan, merasakan emosi, merasakan hal-hal yang tidak bisa diciptakan sendiri. Pada akhirnya satu persatu pergi.
Udara semakin dingin.
Meski Scylla berusaha menyerangnya karena North tengah berduka. Es tajam muncul dan terus mencegah serangan itu menyentuhnya.
Gumpalan salju bertumpuk menjadi sesuatu yang besar dengan jumlah banyak. Di atas bukit, kapal, dan sebagian perairan. Gumpalan itu tumbuh menjadi makhluk raksasa.
GOOOAARRRR!
Seribu Frostard mengepung perairan. Meski yang di laut akan mencair, monster itu masih tetap hidup. Matanya bercahaya, meraung dan membuat permukaan air bergetar.
Satu tangan Frostard mengangkat North, menaruhnya di balik pundak.
Dengan pandangan yang buram, dan dentuman jantung seolah akan pecah. Laki-laki itu berdiri, satu tangannya memegang kepala monster salju.
"Serang─uhuk!" Baru saja ia akan menegaskan perintah. Namun, sebagian dari Frostard roboh. Tenaganya tak mampu menahan tubuhnya lebih lama. North menutup mulutnya saat ia tiba-tiba terbatuk.
Lalu, cairan amis menodai telapak tangannya.
Di dalam sana yang dirasa hanya dingin. Air yang memeluknya dalam-dalam begitu menenangkan, tak ada riuh keributan yang memekakkan telinga.
Darahnya mewarnai bagian laut menjadi biru kemerahan. Matanya menatap kosong, memandang bagaimana ia semakin jauh dari daratan dan bagaimana ia jatuh telak dari kekalahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCYLLA'S WAY
Fantasy[Telah diterbitkan] Sepuluh tahun yang lalu, tepat saat Ethan pergi berlayar. Meninggalkan harta karun berharganya, Sang Adik. Ia membuat janji, bersumpah ia akan kembali. Sayang sekali, janji tersebut hanya omong kosong semata. Ethan tak pernah kem...