ㅡ tiga empat

1.5K 282 10
                                    

"BAE TAEYEON! KELUAR KAMU!" Tiffany yang marah menerobos masuk kediaman keluarga Bae meskipun sudah di halangi penjaga. Tiffany datang bersama putrinya Giselle yang juga ikut nahan dia.

"ayo pulang mi, malu tau teriak-teriak" katanya gak enak. gimana pun juga ini rumah orang dan mami nya dateng gak sopan.

"gak bisa, mami harus ketemu sama orang ini dulu. bisa-bisanya dia gituin kakak kamu" katanya berapi-api.

"ginikah cara kamu datang ke rumah orang?" tegur Tuan Bae yang datang bersama istri dan anaknya, Karina.

"itu karena kamu yang memancing! kenapa kamu masih ngasih irene kerjaan di hari liburnya?"

"terserah saya. Irene anak saya dan dia gak keberatan sama kerjaannya"

"aku mama nya, aku yang lahirin irene! Jadi aku juga berhak untuk anak itu." kesal Tiffany. "Taeyeon kamu ingat kesepakatan kita? kehidupan irene kamu yang atur dan aku atur kehidupan pribadinya! kalo kamu ingkar sama kesepakatan itu, aku akan ambil Irene." ancam Tiffany membuat Taeyeon tersenyum miring.

"kamu gak akan bisa ambil Irene semudah itu dari saya." Tuan Bae sinis.

"aku gak peduli, aku minta kamu untuk kasih jadwal libur irene buat calon suaminya. kamu tau? gara-gara kerjaan sialan kamu itu Suho di abaikan irene"

"cih! saya gak akan pernah setuju irene punya suami manja seperti itu. saya akan mencarikan lelaki yangㅡ"

"kamu udah jadiin irene seorang pengacara seperti yang kamu mau." Potong Tiffany cepat. Matanya melihat Karina dan Alice remeh, "kalo kamu gini terus, aku akan jadiin irene model dan dia masuk industri hiburan. aku rasa saat irene keluar nanti firma hukum kamu bisa aja bangkrut karena anak-anak kamu yang lain gak becus ngurusnya." ejeknya menang

Rahang Taeyeon mengeras mendengarnya, "Jangan macam-macam kamu Tiffany" marahnya.

"kenapa? kamu takut?" remeh Tiffany.

"Oke saya akan ringankan sedikit kerjaan irene tapi jangan pernah menjadikan irene model karena saya tidak ingin dia seperti kamu."

"kenapa gak? kamu aja maksa dia kuliah hukum bukan? Kalo aku juga mau dia jadi model, itu hak aku sebagai mama nya" Tiffany tersenyum menang karena mantan suaminya ini terlihat gelisah. "aku lakuin itu untuk kebahagiaan irene"

"Kebahagiaan Irene atau kebahagiaan kamu?"

suasana panas itu tiba-tiba menjadi sunyi karena bunyi heels yang beradu dengan lantai menuruni tangga. irene berjalan dengan muka dingin dan aura gelapnya melewati orang-orang yang melihatnya tanpa menoleh sedikit pun.

Tiffany yang tau Irene akan pergi ke kantor buru-buru menahan gadis cantik itu. "sayang kamu kenapa gak ada kabarnya? suho berusaha ngehubungin kamu tapi gak bisa terus" tidak ada wajah khawatir di muka wanita itu.

Irene menarik tangannya yang di pegang dengan satu hentakan lalu kembali berjalan keluar rumah tanpa berbicara satu katapun.

Irene melamun menyenderkan kepalanya di jendela mobil melihat jalanan yang di laluinya menuju kantor. Perutnya berbunyi menandakan lapar membuatnya mau tak mau harus meminta supir pribadinya untuk berhenti di tempat makan.

"direktur mau makan apa? biar bapak aja yang pesan" supir pribadinya melarang irene yang mau turun. dia memperhatikan majikannya itu yang melamun sejak tadi.

"saya bisa sendiri kok Pak"

"itu.. anu direktur, bapak khawatir ada antrian terus kaki direktur pegel. Jadi biar saya aja."

Irene mengangguk setuju lagipula dia sebenarnya tidak mood untuk makan tapi setidaknya perutnya harus di isi sesuatu.

"saya mau sandwich tuna aja pak, sekalian bapak beli makanan untuk bapak juga" kata irene yang di turuti supir pribadinya itu yang langsung keluar mobil untuk memesan makanan majikannya itu.

Irene kembali menyenderkan kepalanya di jendela. keributan tadi kembali teringat di benaknya. irene mendengar semua keributan itu dari awal dan hal itu membuatnya seperti de javu. dimana kedua orang tuanya yang selalu bertengkar membuatnya tanpa sadar mengeluarkan air mata.

Isakkan kecil irene berubah menjadi tangisan menyedihkan. Wajahnya tertunduk untuk menyembunyikan tangisannya yang tak terkontrol itu. memori masa kecilnya kembali berputar di benaknya.

Tanpa irene sadari, seseorang melihatnya menangis dari sudut mobilnya. orang itu menyerngit khawatir dan bergerak untuk menghampiri irene namun terhenti karena seseorang sudah merangkul lengannya terlebih dulu.

"udah kak, ayok pergi" ajak yoohyeon yang gelayutan di lengan seulgi yang masih melihat Irene.

"udah? yuklah" katanya lalu pergi.

seulgi, orang yang melihat irene menangis itu terus bertanya-tanya dalam pikirannya

"kenapa kak?"

























"kasih gue alasan seul kenapa harus cerita tentang kak irene sama lo" ucap Jisoo yang duduk bersilah di hadapan seulgi yang tiba-tiba nyuruh dia ke kosan untuk nanyain tentang irene.

Jisoo yang liat seulgi panik tersenyum miring, "kalo gak ada jangan harap gueㅡ"

"gue cinta sama kak Irene" kata seulgi cepat membuat jisoo menyunggingkan senyumnya. "gue tau ini salah tapi makin kesini gue bukan cuma penasaran lagi sama kak irene, gue merasa ada sesuatu dari dia...gue...gue....." seulgi keliatan ragu untuk mengatakannya. tapi mau gimana lagi? dia harus tau tentang irene bae.

"gue mau lindungi dia Ji. hari ini gue liat dia nangis, gue mau peluk dia, gue mau nenangin dia kalo semuanya baik-baik aja dan gue.. gue sadar gue gak punya hak untuk itu" kata seulgi menghela napas berat lalu menundukkan kepalanya. kejadian Irene nangis tadi membuatnya merasakan nyeri dihatinya.

"akhirnya ngaku juga soal perasaan lo" jisoo bertepuk tangan girang. "gue udah sadar seul kalo lo suka sama sepupu gue itu." lanjutnya yang membuat seulgi malu.

"gue akan cerita singkat tentang kak Irene"

ㅡ HER ㅡ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang