Bab 22 : Pembicaraan

15.5K 2.1K 66
                                    

"Lagipula, siapa yang ingin." Haechan melangkah pergi meninggalkan penjual anggur tersebut. Dia menggerutu, "Benar-benar orang tua! Suka membandingkan tapi tidak suka dibandingkan. Apa-apaan itu, menjual dengan menjatuhkan orang lain. Seharusnya, dia saja yang jatuh!!"

Beberapa saat kemudian, Haechan tiba disebuah toko. Itu adalah toko perhiasan. Dia melangkah masuk kedalam toko, seorang pria paruhbaya segera menyambutnya. "Selamat datang, Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?"

Haechan mengangguk. Dia melepaskan sesuatu dari lehernya, kemudian mengulurkan benda itu kehadapan si pemilik toko. "Aku ingin menjual kalung ini." Katanya.

Itu adalah kalung emas bermotif mawar milik Minhyung yang Minhyung berikan padanya secara tidak sadar. Haechan sengaja menyimpan benda itu untuk hari ini.

Pemiliki toko memperhatikan lamat-lamat kalung tersebut. Dia menyentuh dagu dengan kening yang kian berkerut.

Sesaat, pupil matanya melebar. Dia berkata gugup, "Bukankah ini milik Pangeran Putra Mahkota? Kenapa Kalung Mawar Emas ini ada padamu?"

Haechan yang mendengarnya, jauh lebih terlihat shock. "Bagaimana Paman tahu ini milik Pangeran Putra Mahkota?" Tanyanya tidak percaya.

'Ini kalung emas biasa, bagaimana bisa seorang rakyat seperti pemilik toko perhiasan ini tahu siapa pemiliknya.' Haechan berpikir keras. Dia tampak semakin bingung.

Pemilik toko menjawab, "Tuan, apakah anda tidak tahu, jika di Kerajaan Lee ini dilarang memiliki perhiasan bertemakan bunga mawar. Hanya ada dua orang saja yang memiliki perhiasan bermotifkan mawar. Pertama, Kalung Mawar Emas milik Pangeran Putra Mahkota Lee Minhyung dan kedua, Lonceng Giok Mawar milik Jenderal Kecil Lee Jeno."

"Kenapa hal seperti itu dilarang?" Haechan tambah penasaran.

"Itu karena, beberapa tahun yang lalu saat Pangeran Putra Mahkota datang berkunjung ke perkampungan rakyat, rakyat melihat Pangeran mengenakan kalung emas dengan motif bunga mawar. Persis seperti yang sedang anda pegang ini, Tuan." Pemilik toko itu menunjuk kalung yang masih berada ditangan Haechan. Dia melanjutkan, "Sejak itu, untuk mengantisipasinya, banyak rakyat mulai membuat dan menjual kalung seperti milik Pangeran. Bukan hanya kalung, bahkan perhiasan-perhiasan lain seperti cincin, gelang ataupun sebagainya mereka buat dengan menambahkan motif mawar. Setelah itu, banyak rakyat menggunakan perhiasan motif mawar dikehidupan sehari-hari mereka.

"Tak berapa lama hal itu berlangsung, berita tersebut langsung tersebar dan sampai ditelinga Pangeran Putra Mahkota. Mendengar berita itu, Pangeran murka dan memerintahkan pada prajuritnya untuk menghancurkan seluruh perhiasan yang memiliki motif mawar diatasnya. Sejak itulah, Kerajaan Lee melarang para rakyatnya untuk membuat ataupun menggunakan perhiasan bermotifkan bunga mawar."

"Lalu, kenapa Jenderal kecil Lee Jeno diperbolehkan memiliki lonceng dengan motif mawar? Apa Pangeran Minhyung tidak memarahinya dan malah membiarkannya?" Tanya Haechan.

Pemilik toko itu menggeleng, "Saya tidak tahu, Tuan. Mungkin karena hubungan mereka yang sangat dekat. Apalagi sekarang, Tuan Jeno adalah Jenderal Pangeran Putra Mahkota."

Haechan mengulum bibir. Dia bertanya lagi, "Lantas, kenapa Pangeran Putra Mahkota menghancurkan perhiasan yang bermotifkan mawar saja?"

Pemilik toko mengendikkan bahu. "Mungkin saja karena Pangeran membencinya. Dia sangat marah pada orang-orang yang memakai perhiasan motif mawar pada saat itu." Sejenak, Pemilik toko bergidik ngeri, "Uh... Saya masih bisa membayangkan saat Pangeran membakar semua perhiasan-perhiasan baik yang asli maupun palsu dan melarang seluruh rakyatnya untuk tidak pernah membuat apalagi menggunakan perhiasan jenis tersebut. Satu kata, mengerikan!"

Haechan membatin, 'Benci? Dia bahkan terlihat sangat menyukai bunga mawar pada malam itu!'

Haechan berdehem. "Baiklah, Paman. Jadi, berapa yang bisa aku dapatkan jika menjual kalung ini? Ini adalah emas asli."

Pemilik toko mendesah pelan, "Bukankah saya sudah bilang jika memiliki perhiasan bermotifkan mawar itu dilarang. Lalu, untuk apa saya membelinya dari anda, Tuan. Kalung yang ditangan anda itu, bisa menjadi petaka buat saya."

Haechan menghela napas berat. Dia menunduk hormat pada si pemilik toko, kemudian melangkah pergi.

'Benar-benar luar biasa! Bahkan kalung emas ini tak bernilai apapun sekarang. Lalu, bagaimana caraku untuk mendapatkan uang?' Pikir Haechan.

Sejenak, dia teringat sesuatu. Haechan mengeluarkan token giok emas, melambung-lambungkannya diudara dengan senyum cerah yang manis. Haechan melangkah menuju si penjual anggur lain yang berteriak 'Anggur Angin Malam, Anggur Angin Malam' tanpa henti. Lalu membatin, 'Ini dia yang kucari.'

"Paman, aku..." Ucapan Haechan terpotong kala seseorang berteriak memanggil namanya.

"Pangeran!" Teriak orang itu. Suaranya sangat akrab ditelinga Haechan. "Pangeran Donghyuck!!" Teriaknya lagi. Haechan menoleh kearah sumber suara dan melihat seorang pria seumuran dengannya tengah melambaikan tangan sembari tersenyum lebar.

Seketika, semua pandangan orang-orang tertuju pada Haechan. Suasana menjadi senyap saat Haechan kini menjadi pusat perhatian.

"Pangeran Donghyuck? Bukankah Pangeran Putra Mahkota kita menikah dengannya?" Seseorang mulai berbisik.

Temannya mengangguk setuju. "Benar. Apa pria itu dia?"

"Mungkin saja. Lagipula, orang itu tadi memanggilnya Pangeran Donghyuck."

Haechan menghampiri orang yang berteriak padanya.

Dia adalah Na Jaemin. Teman ngobrol Haechan saat di perjamuan kemarin.

"Apa yang kau lakukan disini, Na Jaemin?" Tanya Haechan menatap penuh selidik kearah Jaemin.

Jaemin tersenyum, "Saya ingin membeli Anggur Angin Malam juga."

Haechan menekankan setiap perkataannya, "Lalu, kenapa kau berteriak?!"

"Hehe... Hanya refleks, Pangeran. Saya melihat anda dari kejauhan dan saya sangat gembira."

"Kau merindukanku?"

Jaemin segera menggeleng, "Mana berani." Katanya. "Bisa mati saya, kalau hal tersebut benar-benar terjadi."

Sudut mulut Haechan terangkat kecil. Dia tidak tahu, haruskah terharu atau tertawa oleh perkataan Jaemin. Haechan bertanya lagi, "Jaemin, kau bilang kau ingin membeli Anggur Angin Malam juga, kan?"

"Ya, Pangeran." Jawab Jaemin.

"Bisa belikan aku satu kendi juga?" Pinta Haechan pada Jaemin.

Jaemin tersenyum manis, "Tentu saja." Dia menambahkan, "Tapi, saya lihat anda memegang token giok berwarna emas. Kenapa tidak menggunakannya saja, Pangeran?"

"Kau yakin token giok ini bisa kugunakan?" Haechan menunjukkan token giok berwarna emas yang bertuliskan 'Pangeran Putra Mahkota' pada Jaemin.

Jaemin menatap lamat token tersebut, "Bisa, Pangeran." Jedanya, "Token giok tidak bisa sembarangan diberikan pada orang lain, apalagi ini milik Pangeran Putra Mahkota. Jelas saja, token ini pasti diberikan langsung oleh Pangeran Putra Mahkota untuk anda."

"Memang dia yang memberikan ini padaku."

"Tidak heran sih." Gumam Jaemin.

Haechan tidak mendengar, "Apa katamu?"

Jaemin menggeleng cepat, "Tidak. Tidak ada, Pangeran."

Haechan menatap lama wajah Jaemin. Membuat bulir-bulir keringat dingin Jaemin, berjatuhan di keningnya.

Haechan mendengus dan langsung melangkah kembali kearah si penjual Anggur Angin Malam. "Paman." Panggilnya ramah pada si penjual.

Yang dipanggil langsung menoleh dengan raut wajah yang terpilin. Dia tampak gugup saat mendengar Jaemin memanggil Haechan sebagai Pangeran. "Y... Ya, ya, Tu... Pa... Pangeran."

Haechan menghela napas, "Paman, berikan aku dua kendi Anggur Angin Malam yang Paman jual."

Note:
Kelihatan-Kan samar-samar sikap Minhyung dibelakang Donghyuck (Haechan) ?

#Tanggal cantik, happy reading (~ ̄³ ̄)~

_o0o_
-22022022-

1521; HIRAETH || MARKHYUCK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang