Bab 104 : Teman Dan Rasa

7.2K 986 28
                                    

Donghyuck merasa prihatin. "Bisa kubantu, Hyung?" Dia menawarkan diri dengan sukarela.

"Hm."

"Eh, boleh?"

"Ya. Bantu aku untuk jangan melihatku." Kata Minhyung membuat bocah dihadapannya itu mendecih kesal.

Tapi tak apa. Memiliki teman bicara adalah hal yang selalu dia harapkan.

Donghyuck membalikkan tubuh, duduk bersila ditengah-tengah tempat tidur dengan pandangan yang jatuh keatas langit-langit kamar.

Minhyung yang melihatnya tersenyum kecil. Lagi-lagi dia menggelengkan kepala atas tindakan Donghyuck yang ia tunjukkan padanya.

Setelah membersihkan luka tersebut, Minhyung menyiramkan cairan antibiotik pada lukanya. Lalu membalut kembali kakinya dengan perban baru pemberian Donghyuck.

Dia memasukkan perban lama dan sesuatu yang kotor miliknya kedalam wadah. Merapikan dirinya sendiri dan bangkit berdiri dengan nampan disatu tangannya.

"Aku sudah selesai." Katanya sembari mencolek kecil bahu Donghyuck yang duduk memunggunginya.

"Sudah? Cepat sekali." Donghyuck berbalik.

"Aku hanya mengganti perban dikaki, bukan diseluruh tubuhku."

Donghyuck terkekeh mendengarnya.

"... Sayang, kamu didalam?" Terdengar suara berat seorang pria dari luar gubuk. Langkah kaki orang tersebut perlahan mendekat kearah ruangan dimana Minhyung dan Donghyuck berkumpul.

Donghyuck yang mengenal sekali suara itu, tersentak kaget. Buru-buru dia keluar, menyapa, "Ayah sudah kembali?"

Sang ayah mengangkat tubuh kecilnya. Menggendongnya seraya berkata lembut, "Donghyuck tidak merindukan Ayah?"

Donghyuck memeluk erat leher ayahnya. Dia mencium sekilas pipi sang ayah dan mulai bersikap manis, "Tidak mungkin aku tidak merindukan Ayah."

Ayah Donghyuck tersenyum. Dia menggosokkan hidungnya kehidung sang anak, bertanya, "Kenapa tidak pulang? Ibu dan kakak mencari Donghyuck sejak tadi."

Donghyuck menjawab gugup, "Ayah, aku..."

"Jenderal Besar?" Minhyung terperangah saat melihat Donghyuck yang berada digendongan Dongyul. Dibalik perban wajahnya, raut wajahnya pasti tampak bingung dan rumit.

Dongyul menatapnya. Dia menurunkan tubuh Donghyuck, kembali berkata, "Pangeran Pertama Lee? Kenapa anda disini?"

Donghyuck menatap keduanya secara bergantian. Dia membuka suara, "Ayah, kamu bilang Minhyung Hyung adalah Pangeran Pertama Lee?"

Dongyul tertawa kecil. "Minhyung Hyung? Sayang, kamu harus memanggilnya Pangeran Minhyung." Ujarnya menepuk-nepuk pucuk kepala sang anak.

Mata Donghyuck membulat. Sama seperti sebelumnya, buru-buru dia berdiri didepan Minhyung, lalu membungkukkan tubuhnya berkali-kali seraya meminta maaf, "Pangeran Minhyung, aku benar-benar minta maaf karena telah tidak sopan padamu."

Minhyung menatapnya ragu.

Mungkin hari ini adalah hari pertama dan terakhir bocah dihadapannya itu memanggilnya Hyung lagi. Atau mungkin dia tidak akan pernah memanggil dirinya sembarangan seperti itu lagi.

Sesaat, hati Minhyung sedikit sakit. Dari panggilan formal Donghyuck padanya, dia dapat merasakan sebuah batas yang tinggi bernama jarak.

Minhyung tersenyum tipis. Entah kenapa dirinya cukup sedih, melihat bocah dihadapannya itu harus menjaga jarak padanya.

Tapi siapa sangka, Donghyuck justru menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya berkata pelan, "Ayah, aku ingin berteman dengan Pangeran Minhyung."

Dongyul berjongkok, menyamakan tinggi sang anak. "Donghyuck, apa yang kamu katakan tadi?"

1521; HIRAETH || MARKHYUCK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang