Bab 94 : Aroma Busuk

9.1K 1.3K 120
                                    

Disisi lain di Desa Wewangian ini, terdengar keributan antar para warga. Mereka berkumpul seakan-akan sedang merundingkan sesuatu.

"Tutup seluruh gerbang dan akses keluar desa hari ini." Perintah seorang pria paruhbaya pada para warga desanya. Dia melanjutkan, "Hari ini adalah hari keabadian untuk kita. Mari kita berdoa kepada dewa yang memberikan manusia rendahan seperti kita umur panjang dan hidup abadi."

Salah seorang warga membuka suara, "Kepala Desa, apa yang harus kita lakukan?"

Tuan Choi menjawab, "Seperti biasa. Menangkap para pendatang dan memakan tubuh mereka untuk keabadian yang telah dewa janjikan kepada kita."

Mendengarnya, para warga tersenyum lebar. Memakan hidup-hidup tubuh manusia merupakan ritual awal menuju keabadian setiap tahunnya didesa ini.

Mereka percaya jika daging manusia lain yang mereka makan, akan memberikan mereka umur panjang dan keabadian serta kehidupan yang baik didalam hidup mereka masing-masing.

Mata manusia adalah yang paling indah dan paling enak untuk dimakan.

Saat kejadian dipentas drama hari itu, Tuan Lim dan bawahannya yang terluka dibawa ke gudang terbengkalai yang terletak dibagian selatan desa ini. Itu merupakan hal yang memang biasa dilakukan didesa ini.

Pekerjaan mereka hari itu lebih mudah karena Minhyung menghajar habis Tuan Lim dan bawahannya. Mereka hanya perlu membawa mayat para pendatang itu kegedung terbengkalai, dimana dewa yang dimaksud, bertempat tinggal disitu.

Mengingat tentang aksi Minhyung pada malam hari itu, salah seorang warga lain, bertanya gugup, "Kepala Desa, bagaimana cara kita mengatasi rombongan Tuan Minhyuck yang berasal dari Barat itu? Mereka tidak terlihat seperti bangsawan biasa."

"Tuan Minhyuck? Tuan itu. Untuk apa kau memikirkannya? Dia sudah berada didesa ini dan tidak akan pernah bisa keluar lagi, bahkan jika dia seorang petarung hebat." Jawab Tuan Choi angkuh. Raut wajahnya berbeda dengan yang pertama kali dilihat.

Para warga mengangguk paham.

Disaat itu juga, satu persatu para pendatang Desa Wewangian ini mulai ditangkap oleh para warga desa untuk dijadikan tumbal keabadian.

Mereka bergerak secara alami, seolah-olah sedang tidak merencanakan sesuatu. Namun disatu sisi, mereka menangkap satu persatu para pendatang untuk diseret dan dikumpulkan kegudang terbengkalai tersebut sebelum dibantai.

Pembantaian para pendatang itu akan dilakukan tepat dimalam hari nanti. Semua warga meneteskan air liur sangking tidak sabarnya mereka untuk mengunyah daging segar manusia.

Diperjalanan yang sepi dengan pepohonannya yang rindang, angin sejuk berembus kesana-kemari karena akan memasuki musim dingin.

Aroma bunga pekat yang berasal dari desa, masih tercium juga walaupun Haechan sudah berada jauh masuk kedalam hutan.

Sebenarnya, aroma bunga ini sedang melakukan tugasnya. Menghilangkan kecurigaan dan aroma amis serta bau busuk dari tubuh-tubuh manusia yang nantinya akan dilahap oleh para warga desa.

Didunia asli Haechan, mereka disebut juga dengan suku kanibal. Suku dimana para warganya memakan manusia lain untuk keberlangsungan hidup mereka.

Sekali lagi Haechan bersin. Dia menggosok hidungnya yang gatal, bertanya, "Apa kalian tidak merasa aneh?"

Saat tengah berjalan-jalan, Haechan bertemu dengan Jeno dan Jaemin yang sedang berdiri dengan canggung. Melihat hal itu, dia mengajak keduanya untuk pergi bersama, mencari tempat yang tidak memiliki aroma bunga seperti ini.

Namun hasilnya nihil. Dipedalaman hutanpun, aroma menyengat dan lengket masih tercium juga dihidungnya.

Jeno menjawab, "Ada bau busuk samar seperti terbawa oleh angin."

1521; HIRAETH || MARKHYUCK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang