Bab 108 : Tolak Belakang Minhyung

6.3K 840 76
                                    

Donghyuck mengerjap sesaat, lalu tersenyum. "Kalau begitu, kau pinta saja ayahmu untuk memukul anak mereka. Kalau mereka memarahi ayahmu, bilang saja pada ayahmu untuk mengatakan ini, 'Berani sekali kau memukuli anakku'. Balikkan segala hal yang mereka lakukan padamu. Cermin diciptakan untuk berkaca diri. Benar, kan? Hahahaha..."

Melihat bagaimana Donghyuck memperagakan diri menjadi orang tua anak-anak yang bertengkar dengannya, Jeno tertawa. Itu sangat lucu saat Donghyuck membusungkan dada sembari berkacak pinggang dengan mengatakan, 'Berani sekali kau memukuli anakku!'

Sangat lebar sampai matanya terpejam membentuk bulan sabit.

"Hahahaha... Tuan."

"Kenapa tertawa? Aku serius." Seperkian detik kemudian, dirinya ikut tertawa juga. Bertumpu pada bahu Jeno dan tertawa terbahak-bahak satu sama lain.

Dengan napas berat, Donghyuck kembali membuka suara, "Jeno, aku sudah bilang pada Ayah untuk mengajarimu berlatih beladiri juga. Kau bisa berlatih bersama Pangeran Minhyung."

Jeno tergagap, "Sa-Saya, Pangeran?"

Dia tak cukup percaya diri untuk menerima kebaikan Donghyuck lagi. Apalagi dirinya bisa berlatih bersama Pangeran Pertama Lee yang bahkan anak-anak bangsawan lain tidak bisa mendapatkan kesempatan ini.

Apa dirinya pantas?

Ini termasuk sebuah kehormatan besar karena diberi kesempatan untuk berlatih dengan Jenderal Besar bersama Pangeran Minhyung.

Dia hanya anak asing yang kotor, yang ditemukan dipelosok hutan perbatasan kerajaan. Hanya dalam waktu singkat, dirinya justru mendapatkan banyak kebaikan dari orang yang sama.

Takdirnya berubah dalam sekejap. Dia menatap Donghyuck dengan mata yang berkaca-kaca.

Donghyuck menghela napas pelan. Mengusap pelupuk matanya yang basah seraya berujar, "Jangan berkata 'aku tidak pantas' lagi. Kau berhak menerima semuanya karena kau anak yang baik. Mengerti?"

Jeno mengangguk haru. Air matanya mengalir kepipi. Dia membungkuk hormat satu kali dan berkata tulus, "Terima kasih... Tuan."

Donghyuck yang melihatnya, terkekeh pelan. Menggeleng-gelengkan kepala melihat kepatuhan Jeno padanya.

Sejak hari itu, Jeno dan Minhyung berada disatu ruang pelatihan yang sama dengan ayah Donghyuck. Mereka berlatih keras, mempelajari segala hal baik ilmu pedang maupun strategi peperangan.

Seringkali Donghyuck berkunjung, membawakan masakan kakaknya untuk sang ayah dan kedua temannya itu. Dia akan tersenyum lebar, menunjukkan kotak makan kearah tiga pria dihadapannya.

"Kakak buat menu baru lagi!" Teriaknya girang.

Mereka duduk bersama setelah mengelap keringat yang membasahi pakaian mereka.

Donghyuck duduk diantara Minhyung dan Jeno, dimana sang ayah duduk didepannya.

Makanan tersaji, menampilkan beberapa jenis masakan dalam setiap mangkuk.

"... Pangeran, cobalah makan kue ini." Donghyuck menyodorkan mangkuk berisi kue ketan berbentuk bunga kepada Minhyung yang duduk tenang disampingnya.

Minhyung mengambil satu, memakannya dan langsung mengerutkan dahi karena rasa pada kue itu.

"Bagaimana?" Tanya Donghyuck penasaran. Menatapnya penuh harap.

Minhyung menjawab, "Ini... sangat asin."

Donghyuck membelalakkan matanya. "Sungguh?" Dia mendecak kesal, "Ah! Sepertinya aku benar-benar tidak memiliki bakat memasak. Aku memasukkan banyak garam daripada gula. Uh! Membedakan garam dan gula saja aku bahkan tidak tahu."

1521; HIRAETH || MARKHYUCK [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang