Rangga membuka kamar Erina dan menemukan Erina yang saat ini tengah menghubungi seseorang. Erina yang kaget karena ada yang membuka pintu kamarnya langsung memutuskan sambungan teleponnya.
"Rangga apa apaan kamu, kenapa membuka kamar Mamah tanpa izin dari Mamah terlebih dahulu?."Tanya Erina.
"Kenapa aku harus meminta izin pada Mamah terlebih dahulu hanya untuk sekedar membuka kamar. Sedangkan Mamah sendiri tidak meminta izin pada terlebih dahulu atau bahkan memberi tahu ku tentang Putri."Ucap Rangga.
"Mak.. Maksud kamu apa?."Tanya Erina gugup.
"Mamah tidak usah pura pura tidak tahu, karena aku sudah tahu semuanya. Aku tahu kalau Yasmin adalah wanita malam itu dan Putri anaknya itu adalah anak ku."Ucap Rangga.
"Tapi kenapa, kenapa Mamah tega mengorbankan Putri yang jelas jelas adalah cucu Mamah sendiri."'Sambung Rangga.
"Baiklah karena kamu juga sudah tahu, jadi tidak ada yang perlu di tutup tutupi lagi."Ucap Erina.
"Putri memang anak kamu, tapi Mamah tidak pernah menganggap dia cucu Mamah. Kamu tahu kenapa?
Karena Mamah tidak sudi punya cucu dari wanita rendahan seperti Yasmin itu."Sambung Erina."Aku juga tidak mau Mah. Tapi semuanya sudah terjadi dan hal itu tidak merubah kenyataan kalau
Putri anak aku dan harusnya Mamah tahu itu."Ucap Rangga."Cukup Rangga!."Bentak Erina.
"Berhenti bersikap seperti ini."Sambung Erina.
"Harusnya aku yang berbicara seperti itu. Dan harus Mamah yang berhenti untuk melakukan apa pun pada Deon dan Dira."Ucap Rangga dengan nada tinggi.
"Maksud kamu apa berbicara seperti itu Rangga, kamu sudah tidak ingin berkuasa lagi? Kamu tidak ingin menguasai harta Papah kamu? Kamu sudah tidak mau mendukung Mamah lagi?."Tanya Erina.
"lya aku tidak ingin kekuasaan lagi, aku tidak ingin mendukung Mamah lagi dan aku tidak ingin memiliki harta dari Papah Agam."Ucap Rangga.
"Tahu kenapa? Karena aku masih sayang dengan nyawa ku sendiri. Jadi kalau Mamah mau mati, mati saja sendiri."Sambung Rangga yang kemudian pergi dari kamar Erina.
Erina terdiam saat mendengar apa yang di katakan Rangga. Kenapa Rangga bisa berbicara seperti itu. Karena penasaran akhirnya Erina pun menyusul Rangga untuk bertanya apa maksud dari perkataannya tadi.
Erina masuk ke dalam kamar Rangga yang memang tidak di tutup rapat. Saat itu Erina melihat Rangga yang sedang memasukan pakaian nya ke dalam koper."Rangga mau kemana kamu?."Tanya Erina.
"Aku mau pergi dari sini."Jawab Rangga.
"Pergi? Mau pergi kemana kamu Rangga?."Tanya Erina kembali sambil menghentikan kegiatan Rangga.
"Aku mau pergi dan tinggal bersama Ayah. Karena aku yakin aku akan lebih tenang hidup sama Ayah."Jawab Rangga penuh keyakinan.
"Rangga berapa kali Mamah bilang sama kamu kalau dia itu bukan Ayah kamu. Dan untuk apa kamu mau tinggal di sana,sudah jelas jelas di sini jauh lebih enak."Ucap Erina.
"lya aku tahu aku bukan anak kandung Ayah, dan itu karena Mamah yang gak setia sama Ayah hingga hamil diriku karena hubungan gelap Mamah dan
Papah Agam"Ucap Rangga."Tapi aku tidak perduli Mah, dari pada aku tinggal bersama Mamah dan hidup tidak pernah tenang. Apa lagi Mamah sudah dengan begitu teganya mengorbankan anak aku, darah daging aku. Lagi pula Ayah sayang pada bahkan jauh lebih sayang di banding Mamah."Sambung Rangga.
"Baik kalau begitu terserah kamu saja, tapi ingat Rangga, Mamah tidak akan pernah memberikan uang sepeserpun pada kamu. Dan kamu tidak boleh datang ke perusahaan kamu lagi."Ucap Erina.
"Maaf Mah, Mamah tidak bisa melarang ku untuk datang ke perusahaan aku sendiri. Karena perubahan itu sudah menjadi milik ku dan sudah atas nama aku."Ucap Rangga.
Erina terdiam saat mendengar apa yang di katakan oleh Rangga. Erina kini baru teringat kalau perusahaan yang di kelola Rangga memang sudah menjadi milik Rangga.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang agar Rangga tidak jadi pergi dari sini." Batin Erina.
Rangga sudah selesai membereskan pakaiannya, setelah itu Rangga langsung membereskan beberapa berkas berkas penting yang memang harus di bawanya. Dan setelah semua selesai Rangga pun langsung pergi meninggalkan Erina yang masih diam mematung.
"Tunggu Rangga!."Ucap Erina.
Rangga pun menghentikan langkah kakinya. "Ada apa lagi?."Tanya Rangga.
"Apa kamu yakin akan tetap pergi dari sini? Apa kamu sudah tidak mencintai dan menginginkan Dira lagi?."Tanya Erina.
Untuk sesaat Rangga terdiam, namun tak lama Rangga berbalik dan menghadap Erina yang kini tengah menatap nya.
"Bukankah aku sudah katakan pada Mamah tadi kalau aku masih sayang dengan nyawaku. Maka dari itu aku sudah tidak ingin berurusan dengan Deon atau pun Dira lagi."Jawab Rangga tegas.
Setelah itu Rangga langsung berbalik lalu pergi dari sana. Saat akan keluar dari rumah, Rangga berpapasan dengan Dira yang baru saja kembali.
Namun Rangga tidak memperdulikan hal itu begitu pula dengan Dira. Mereka berjalan seakan tidak melihat siapa pun.Dira hanya tersenyum saat setelah melewati Rangga. Dan kini Dira menghampiri Erina yang sudah duduk di ruang tengah.
"Kenapa? Sedih ya di tinggal anak nya pergi"Ucap Dira.
"ckckck kasihan sekali, yang sabar ya. Hahaha."Sambung Dira yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Erina yang kini tengah dongkol.
"Kamu jangan senang dulu Dira."Teriak Erina, sehingga Dira pun langsung menghentikan langkah kakinya.
"Kamu lihat saja nanti aku akan membuatmu menangis darah dan meminta ampun kepada ku."Ucap Erina kembali.
"Sudahlah sebaiknya kamu jangan melakukan apa pun lagi, dari pada kamu menyesal nantinya."Ucap
Dira."Kamu ingat bukan apa yang terjadi pada Yasmin?"Sambung Dira.
"Tentu saja aku ingat. Tapi kamu harus tahu Dira aku tidak sebodoh Yasmin jadi apa yang terjadi pada
Yasmin tidak akan pernah terjadi pada ku.'Saut Erina."Oh ya."Ucap Dira.
"Baiklah kalau begitu lihat saja nanti"Sambung Dira yang kemudian pergi menuju kamarnya.
Erina mengepalkan keduanya tangannya dengan mata yang terus menatap Dira tajam. Erina bertekad kalau apa pun yang terjadi Erina akan menyingkirkan Dira Bagaimana pun caranya.
Karena Erina tidak ingin semuanya berakhir sia sia setelah apa yang dia lakukan selama ini. Erina tidak mau harta yang di tinggalkan Agam jatuh ke tangan orang lain selain dirinya dan juga anak anaknya. Kalau pun Deon yang memilikinya tapi Deon harus di bawah kendali dirinya.
"Lihat saja nanti kamu Dira, secepatnya aku akan menghabisi mu dengan tangan ku sendiri." Batin Erina.
Erina pun kini menenangkan dirinya dan bersikap seperti biasanya, sebelum memulai rencananya lagi.