Desahan laknat itu terdengar sangat menjijikkan. Lenguhan panjang yang mengaung dikedua telinga Wooyoung menjadi tanda akhir dari siksaannya. Pria gila yang sedang menggagahi Wooyoung jatuh ke samping ranjang. Nafasnya ikut terengah-engah setelah tindakan tidak senonohnya yang pria itu lakukan berjam-jam. Senyum psycho tersungging lebar di bibirnya, Wooyoung tidak tahu apa yang membuat pria itu bahagia, ia tidak ingin tahu.
Wooyoung juga tidak ingin memikirkannya.
Wooyoung merasakan sakit luar biasa di bagian selatan tubuhnya, namun tidak cukup sakit untuk membuatnya merintih. Changbin memperkosanya setiap hari, menjadikannya boneka pemuas nafsu tanpa ada kelembutan sedikit pun dari pria itu. Wooyoung hanya bisa pasrah setiap saat ia dipaksa melebarkan kedua kakinya untuk digagahi. Apa lagi yang bisa ia lakukan ? Menolak ? Percuma.
Pandangan Wooyoung kosong menatap langit-langit kamar. Meskipun hatinya menjerit putus asa, tidak ada setitik air mata pun yang turun dari kelopak matanya. Wooyoung hanya terdiam disaat Changbin mulai membelai puncak kepalanya, lalu turun kepipi, memberi kecupan di bibir sekali.
Menjijikkan. Wooyoung benci ketika ia bisa mencium aroma tubuh Changbin pada dirinya.
"Tidak biasanya kau jadi penurut seperti ini. Apa yang sedang kau pikirkan ?" tanya Changbin.
Pria itu memeluk tubuh lemas Wooyoung yang terlihat semakin kurus dari hari ke hari. Percayalah Wooyoung bukan kurang gizi, Changbin terus saja memaksanya untuk makan setiap hari, tapi saat pria itu pergi, ia akan merasa mual dan berakhir muntah besar di toilet. Bahkan sekarang ia juga sedang menahan rasa mual dari aroma tubuhnya.
"Kalau saja kau tidak melawan sejak awal aku tidak akan bersikap kasar padamu." Kecupan singkat kembali mendarat di pipi Wooyoung. "Young-ie, kenapa diam saja ? Apa kau marah padaku ?" Pria itu menopang wajah dengan sebelah tangan untuk menelisik wajah Wooyoung-nya lebih dekat. "Aku mencintaimu, kau selalu terlihat cantik di mataku."
Wooyoung bahkan tidak tersipu mendengar pujian itu. Changbin itu gila, melihat Wooyoung dalam keadaan seperti ini justru membuatnya senang. Wooyoung berusaha untuk menghindari kontak mata dengan Changbin, namun pria itu sengaja mencengkram dagunya dengan erat. Mengarahkan pandangan mata Wooyoung agar tertuju padanya.
"Lihat aku saat aku sedang bicara," pinta Changbin dengan nada memerintah. "Aku tidak suka saat kau melakukan ini, jadi jangan ulangi lagi. Aku tidak ingin marah lagi padamu. Kau mengerti kan ?"
Pemuda itu mengangguk pasrah. Bukan karena ia menurut, hanya saja ia sudah terlalu lelah untuk disiksa. Diam dan menjadi boneka untuk Changbin lebih baik dibanding harus digempur tanpa henti seharian. Tubuh Wooyoung sudah sangat lemas untuk kembali menerima siksaan gila pria itu.
Setidaknya ia butuh waktu untuk bernafas.
"Aku lapar ... " cicit Wooyoung. Ia berbohong.
Seo Changbin tersenyum seperti seorang idiot kala mendengar itu. Ini pertama kalinya Wooyoung meminta sesuatu padanya setelah berminggu-minggu pemuda itu hanya diam saja seperti batu.
"Bagus. Karena kau sudah menjadi anak baik, aku akan membelikan sesuatu yang enak untuk makan malam hari ini. Kau mau apa ?" tanyanya antusias.
"Apapun ... "
"Bagaimana kalau daging sapi ?" Tanpa menunggu jawaban Wooyoung, pria itu lebih dulu bangkit dari ranjang, meraih pakaiannya dari lemari sebelum berjalan menuju pintu. "Aku akan keluar sebentar untuk membeli bahan makanan, kau tunggu disini, oke ? Hari ini kita akan makan daging sapi, aku akan memanggangnya untukmu. Kau bisa mandi dulu selama aku pergi. Bajunya ada dalam lemari."
Wooyoung melirik pada daun pintu yang tertutup. Baru saja Wooyoung ingin bergerak, Changbin kembali memunculkan kepalanya dari balik pintu, menatap Wooyoung dengan ekspresi was-was.

KAMU SEDANG MEMBACA
Desire || Woosan [END]
FanfictionWooyoung tidak pernah menyangka hubungan satu malam pada akhirnya membawanya bertemu dengan San-seorang pria terlampau sempurna yang menawarkan kata 'cinta' untuknya. My desire for you is so selfish.