Ch.18 - Si Pengganggu

667 47 1
                                    

Minggu pagi yang cerah, waktu yang tepat untuk melakukan aktifitas rumah setelah lelah bekerja. Wooyoung sudah membuat beberapa list tentang apa-apa saja yang harus ia lakukan untuk hari ini.

Dimulai dari membersihkan rumah di pagi hari dan kini bersiap untuk pergi berbelanja bahan makanan satu minggu kedepan. Selanjutnya ia berniat menyempatkan diri untuk jalan-jalan sore dipinggir Sungai Han, dan yang terakhir memasak makan malam. Sudah lama dari sejak terakhir kali Wooyoung tidak menyalurkan hobi memasaknya. Terlalu sibuk dengan pekerjaan dan masalah hidup membuat Wooyoung lupa kalau dapur di rumah barunya belum terjamah sentuhannya sama sekali.

Wooyoung sedang merenung di kursi pantry sambil menulis daftar belanjaan disebuah kertas ketika bel depan rumah berbunyi. Dahi Wooyoung tertekuk, seingatnya, ia tidak mengundang tamu hari ini. Tungkainya berjalan cepat ke arah pintu, namun seketika ia menyesal saat ia membukanya.

"Kau benar-benar tidak punya kerjaan lain ya ?"

Seperti biasa, tamu tidak diundang itu selalu saja memasang senyum idiot yang membuat Wooyoung kesal setiap melihatnya. Dasar Choi bodoh San.

"Hai, sedang apa ? Sibuk ?"

Wooyoung membalas hiperbola, "Sibuk. Sangat sibuk. Sangat sangat sibuk. Aku tidak punya waktu untuk meladenimu hari ini, jadi selamat tingga— "

"Tunggu, tunggu !" San menahan pintu dengan cepat ketika Wooyoung baru hendak menutupnya kembali. "Tunggu ! Beri aku waktu untuk bicara."

Wooyoung berdecak malas. "Apa lagi sekarang ? Kau tidak dengar ? Aku sangat sibuk hari ini."

"Bagaimana kalau aku membantumu ?" Pria itu memasang tampang sedih, ia menunjukkan angka satu dengan jari telunjuknya memelas. "Kumohon, satu kali ini saja. Aku tidak akan mengganggu."

Wooyoung merotasikan bola matanya. Sekilas sempat terbesit penyelasan dibenak Wooyoung. Mengapa ia harus menerima tawaran sewa rumah dari San kala itu ? Perlahan tapi pasti Wooyoung merasa kalau San mulai melanggar haknya sebagai seorang penyewa yaitu—privasi. Itu sangat penting.

"Boleh tidak aku menambah satu syarat lagi dalam kontrak sewa kita ?" tanya Wooyoung jengah.

"Syarat ? Apa ?"

"Kau dilarang menginjakkan kaki di rumah ini selama masa sewa berlaku." Wooyoung menekan setiap bait kalimatnya dengan tegas dan lugas.

San hanya tertawa, menggambarkan lengkungan di bibirnya hingga mata sipit pria itu menghilang meninggalkan jejak satu garis seperti bulan sabit.

"Tidakkah itu sedikit keterlaluan ? Bagaimana pun juga ini masih rumahku. Sangat tidak sopan kalau kau ingin melarangku menginjakkan kaki disini."

Wooyoung bersandar pada daun pintu, kedua tangan menyilang didada dengan wajah datar. "Aku juga punya hak atas rumah ini, setidaknya untuk satu tahun kedepan. Menurutmu, apa aku bisa tinggal dengan nyaman di saat ada kau yang terus datang kesini setiap hari ? Aku juga butuh privasi kalau kau lupa, tolong hargai itu, San-ssi."

"Anggap saja aku sedang bertamu, apa susahnya."

"Mana ada tamu yang datang setiap hari."

Wooyoung bergumam kesal pada dirinya sendiri, ia sudah menyerah untuk mengusir San. Lagipula ia tetap kalah karena pada akhirnya San akan selalu bertindak sesuka hati. Wooyoung meninggalkan pria itu dengan pintu yang ia biarkan terbuka. Terserah padanya, Wooyoung sudah tidak peduli.

Banyak hal yang harus Wooyoung lakukan, dan ia tidak ingin membuang waktu untuk berdebat. Wooyoung akan menganggap pria itu tidak ada.

"Ohh, ini terlihat lebih rapi dari terakhir kali aku datang. Apa kau baru bersih-bersih rumah ?" tanya San sembari melepas kedua sepatunya di depan.

Desire || Woosan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang