Jujur saja, terlalu berat untuk Gio berpisah dua minggu dengan Rere. Sebelum dia ke UK, Rere berangkat duluan ke Medan untuk bertemu orangtuanya.
"Ini baru pertama kalinya gue benci sama Helen."
"Jangan gitu!!!" omel Rere keras. "Lo sendiri yang bilang, masa SMP-SMAnya berat banget karena dia bolak-balik masuk rumah sakit dan operasi jantung! Dia cuma butuh dua minggu dari waktu lo, Gio! Masa lo nggak mau nemenin kembaran lo?"
Gio menghela napas kesal.
"You be good in Medan."
"Emang gue bakal ngapain?"
"Ya kali aja banyak koko-koko ganteng di sana."
"Gila. Kayak gue gak ada kerjaan di sana!"
"Emang lo bakal ngapain?"
"Ya family time lah, sama orangtua gue! Kontrol tokonya Papa, terus kulineran. Oh ya, sama ketemuan sama temen-temen SMA gue."
"Cewek?"
"Iya."
"Hem..... Lo nggak mau gitu bilang gue jangan nakal di UK? Ceweknya cantik-cantik, lho."
"Itu urusan lo sih, mau setia apa celup-celup di sana. Gue sih males ngelarang macem-macem. You do what you want, asal jangan kena penyakit menular seksual aja. Kalo lo main di sana, pulangnya lo check kesehatan seksual dulu sebelum pegang gue. Gue nggak mau ya, ketularan yang nggak-nggak."
"Jadi gue boleh nakal apa nggak, Re?"
"Terserah elo, asal lo kalo main sadar diri terus ke dokter."
"Jadi boleh nih?"
"Tahu ah, males gue bahas ginian. Nggak guna. Udah ya? Gue masuk."
Mereka sedang di bandara Soekarno-Hatta, mengantar Rere yang akan berangkat ke Medan."
"Take care, Re."
"Iya."
"Bales whatsapp gue, terus angkat kalo gue telpon."
"Ya. Bye."
Gio hanya bisa berdiri memandangi Rere yang berjalan ke area check-in tanpa menoleh lagi ke arahnya. Rasanya napasnya ikut terbawa oleh gadis itu.
**********************************
Gio mengundang teman-temannya makan bersama di apartemennya. Dia juga mengajak Helen, karena biar bagaimana, tiga hari tak bicara dengan Helen terasa kelewatan.
Seperti pertengkaran-pertengkaran mereka sebelumnya, daripada permintaan maaf yang dramatis, mereka lebih suka kembali seperti biasa, seolah tak pernah ada masalah di antara mereka.
Begitulah cara mereka berbaikan sejak masih balita.
Di sisi lain, ada Jeremy dan Aji yang merasa berat Helen pergi, walau hanya dua minggu.
Aji biasa melihat Helen di kampus, dan Jeremy biasa makan di cafenya Helen.
Dua minggu itu 7 hari = 336 jam = 20,160 menit dan 1,209,600 detik.
Sama sekali bukan waktu yang singkat untuk menunggu seseorang.
"Helen, kalo gue nyamperin lo ke Oxford buat ngajak lo makan sama nonton, mau nggak?" Jeremy bertanya.
Aji juga ada di situ. Dia kaget mendengarnya. Apalagi Helen.
"Jauh amat lo, mau nonton sama makan aja ke Inggris dulu?"
"Lo diajak di sini nggak pernah mau. Mungkin kalo di Inggris jadi mau."
Helen tertawa.
"Kalo lo sampe belain nyusul gue ke Inggris cuma buat sekali hangout sama gue, gue ayo, Jer," jawab Helen dengan nada ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Say Never
RomanceRebecca adalah mahasiswi paling cerdas di kampus. Pemenang berbagai penghargaan, ketua angkatan, dan dijuluki kampus queen. Populer, cantik dan smart. Pacarnya ganteng, sahabatnya juga keren. Tapi dunianya runtuh ketika dia tahu pacarnya selingkuh...