68. The Wedding Day Part 1

1K 88 11
                                    

Apa yang harusnya kau rasakan di hari pernikahanmu?

Bahagia? Gugup? Excited?

Gio merasa bahagia dan excited.

Rere merasa gugup. Dia juga merasa ini seperti menjalani sidang skripsi. Sebuah keharusan untuk melangkah ke tahap yang lebih tinggi, dan juga sebuah kewajiban.

Akad nikahnya diadakan di rumah Rere, dengan hanya mengundang 1,000 undangan. 1,000 undangan untuk hitungan keluarga Rere yang punya supermarket di Medan dan banyak teman sudah sangat sedikit, apalagi bagi keluarga Ranggatama yang pergaulannya sangat luas.

Inipun 400 untuk kenalan keluarga Rere, 400 untuk keluarga Gio. Rere dan Gio masing-masing hanya mendapat jatah 100 untuk mengundang teman-teman mereka.

Rere mengundang teman-teman dekatnya dari SD hingga SMA beserta orangtua mereka, juga tentunya ada orangtua dari Wina, Nita, dan Kinara.

Gio pun begitu. Sejak SD hingga SMA dia suka basket, dan aktif di klub sekolahnya. Teman-temannya kebanyakan dari klub tersebut, sama-sama berasal dari keluarga kaya dan terpandang karena sejak kecil Gio sekolah di Chrysanthemum School. Sama seperti saat dia lamaran, mereka yang sedang sekolah atau sudah bekerja di luar negeri pun menyempatkan datang, karena bila Gio berteman, biasanya pertemanannya sejati.

Pagi itu, rumah Rere penuh dengan tamu. Ada tenda hajatan yang dipasang di depan rumah. Janur kuning berderet dari depan kompleks hingga depan rumah. 

Para tamu tersenyum cerah sejak pertama datang ke depan tenda pengantin, karena disambut Hendra dan Reinhart yang tampan dan cute. Penerima tamunya Nita dan Winda. Begitu masuk rumah mereka disambut dengan Kinara yang mengarahkan tamu-tamu ke kursi yang masih tersedia.

Seluruh rumah dan halaman Rere wangi melati dan mawar. Para tamu berbisik kagum akan dekorasi hari itu yang memang sangat indah dan didesain khusus oleh tim Nirwana Hotel Medan.

Foto-foto pre-wedding Rere dan Gio dipajang dari depan tenda hijau hingga ke dalam rumah. Para tamu mengagumi foto-foto tersebut seperti pengunjung galeri memandang setiap lukisan. Memang mereka terlihat sangat cantik, tampan, bahkan seksi di foto-foto tersebut.

Alunan lagu-lagu romantis mengalun dari speaker, menemani para tamu hingga rombongan keluarga Gio datang. 

Gio memakai baju adat pernikahan Sumatra Utara berwarna merah, dengan topi hitam yang khas. Helen memakai kebaya merah dengan songket dibordir benang emas. 

Biasanya, pengantin laki-laki akan bergandengan di kanan dan kiri dengan kedua orangtuanya. Namun Gio memilih menggandeng Helen ke akad nikahnya. 

Sampai mereka SD, kalau sedang berdua, Gio dan Helen sering bergandengan tangan berjalan ke mana-mana. Kini, Helen menggandeng tangan Gio untuk mengantarnya ke fase hidup baru. 

Motivasi Helen untuk terus hidup memang keluarganya.

Dan Helen pertama kali mengenal cinta adalah dari Gio, kembarannya yang selalu meminta dia kuat, mengatakan tak mau ditinggal olehnya, mengatakan mereka harus masuk fase hidup baru bersama.

"Masuk SMP bareng nanti kita, Red. Pake putih-biru sama-sama ya."

"Masuk SMA bareng ya, kita pake putih abu-abu bareng, terus punya SIM, nanti bisa setir mobil sendiri."

"Ayo, yang kuat, kita kuliah bareng, Red. Kata Mami lo udah boleh tinggal di apartemen sendiri. Nanti gue jadi tetangga lo, gue tinggal di depan apartemen lo."

Dan pagi tadi, sebelum berangkat ke rumah Rere, Gio berkata sambil merangkul pundak Helen, "Sehat terus, ya, sampai jadi aunty anak-anak gue. Mau kan, Red?"

Never Say NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang