35. Fighting for Love

1.1K 109 12
                                    

Warning;

Awalnya stress, akhirnya lucu.

**********************************

Dengan kepala yang penuh dengan deretan hal-hal yang harus dilakukannya dalam waktu singkat, Gio sampai di mansion keluarga Ranggatama.

Dia lalu masuk ke dalam, melihat orangtuanya dan Helen yang sepertinya masih beradu argumen di ruang duduk. 

"Red, gue mau ngomong sebentar."

"Paling juga lo mau ngelarang gue pergi!"

"Denger dulu gue, bisa? Jangan ngamuk dulu."

Karena memang sejatinya Helen tak bisa mengabaikan kembarannya, dia bangun lalu mengikuti Gio ke taman samping.

Mami dan papi hanya memandangi mereka tanpa kata, sudah terlalu pusing bertengkar dengan Helen yang selama ini mereka jaga, namun belakangan ini mulai memberontak. 

Di taman samping yang ditata dengan sangat indah, si kembar berdiri berhadapan. 

"Denger gue dulu, Red. Rere diterima di Oxford."

"Oke? Selamat buat Rere. Dia emang smart banget, kan? Gue udah yakin dari awal dia pasti keterima."

"I have a problem, and I need your help."

Dunia Helen bagai jungkir balik. Selama ini, selalu dia yang membutuhkan Gio. Selalu Gio yang menjaganya, menuruti apa keinginannya, dan ada di sampingnya. 

Mendengar Gio berkata seperti itu terasa sungguh aneh.

"Gue nggak mau lepas Rere ke Oxford, sebelum gue nikahin dia. Semester dia di sana mulai awal Oktober. Rencananya, gue mau nikah sama dia September. Dua minggu lagu, gue mau ngelamar dia sama mami-papi ke Medan. Dia skripsinya udah jadi. Tinggal sidang. Gue yakin dia bisa sidang bulan ini."

"Gue yang nggak tahu skripsi gue bisa selesai kapan. Tapi selambat-lambatnya, Oktober udah harus kelar. Ini drama tour lo kapan?"

"Mulai minggu depan."

"Itu tur berapa kota?"

"Sepuluh kota."

Gio sudah tertawa sarkas. "Red, lo yang bener aja dong. Apa lo bisa bertahan sama jadwal drama tour yang pastinya padet banget? Tapi more than that, gue mau nikah, Red. I need you to help me make this happen. Berapa lama tour lo?"

"Tiga bulan."

"Red, kalo lo maksa ikut drama tour ini, gue tahu Mami sama Papi bakal ikut lo ke UK. Lo ke kota mana aja mereka bakal ikut. Papi nggak mungkin ninggalin perusahaan di tangan orang lain selain gue, Red. Biarpun Om Doni ikut papi udah lama banget, tetep Papi bakal nitipnya ke gue. Dan gue nggak bisa ngelarin skripsi, nyiapin lamaran dan nikahan dan jadi acting CEO di saat yang sama. Gue nggak bisa membelah diri, Red. Gue nggak bisa lakuin tiga hal penting di waktu yang sama."

"Dan gue nggak mau ngelepas Rere ke Oxford sendiri, biarpun cuma sebulan, sebelum dia jadi istri gue. I want to tie her down, Re. I have to. I need to do that. Tolong, elo yang ngalah sama gue kali ini. Lepas ini drama tour. Bantuin gue nyiapin lamaran dan nikahan gue."

Helen sudah menangis berurai air mata. Membayangkan harus melepas drama tour Oxford yang sangat prestisius itu rasanya luar biasa sakit. 

Untuk Gio pun, melihat Helen menangis rasanya luar biasa sakit. Sejak kecil, dia terbiasa memberi apapun yang Helen mau. 

Helen mau teddy bearnya saat TK, karena kata dia, mantel teddy bear berwarna biru daripada merah lebih bagus, Gio mengalah dan memberinya. 

Di SMA, Gio ingin pergi kencan dengan pacarnya, tapi Helen tak bisa datang ke acara amal keluarganya, Gio yang datang. 

Never Say NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang