51. The Confrontation

718 87 5
                                    

Gio mewhatsapp Max ketika Rere sudah tidur, "Besok ketemu sama gue sebelum kelas pagi. Gue perlu ngomong sama lo."

Keesokan paginya, Gio mengantar Rere ke apartemen gadis itu untuk mandi dan ganti baju, sebelum berangkat bersamanya ke kampus. 

Max menemui Gio dengan wajah sudah tahu apa yang akan dihadapi. 

Sama seperti kemarin, Max bicara dengan seseorang di ruang kelas yang kosong. Hanya saja, hari itu dengan orang yang berbeda.

"Jauhin tunangan gue," kata Gio dengan tajam. "Gue masih mikir kalo kita ini temen. Biarpun gue nggak ngerti temen macam apa yang nembak tunangan temennya sendiri. Buat orang yang imagenya sebaik malaikat, kelakuan lo kayak tai. Jangan pernah lagi lo ngajak Rere ke manapun berdua, atau gue patahin tangan dan kaki lo!!!"

Wajah Max pucat pasi, seolah dia sama sekali tak tidur.

"Diem lo sekarang? Minimal minta maaf, Max! Jelas-jelas lo tahu, Rere itu tunangan gue. Minggu depan gue mau ngelamar dia, dan bulan depan kita mau nikah! Dan lo nembak dia! Mendingan Jeremy sama Hendra, Anjing! Mabok iya, ngewe iya, tapi mereka nggak pernah nikem gue dari belakang! Lo apaan? Katanya anak baik, tapi lo mau ngambil cewek gue!"

"...........Maaf, Gi. Gue salah."

Gio hanya tertawa hampa. 

"Sekali ini aja lo begini, Max. Sekali lagi lo coba-coba deketin Rere, gue hancurin hidup lo beneran. Semua gosip kalo gue udah hancurin hidup orang itu nggak ada yang bener. Tapi kalo lo coba-coba sama Rere lagi, gue bakal bikin semua gosip jelek tentang gue jadi bener. Lo mau kerja di manapun, gue hancurin perusahaannya. Bahkan kerjaan Papa lo pun bisa gue rusak kalo gue mau. Jadi denger gue baik-baik. Stay. Away. From my girl. This is the first and the last time, Max!"

Selesai mendesis di depan wajah Max, Gio keluar dari kelas itu, meninggalkan Max yang kemudian jatuh ke lantai. 

Aura Gio kalau murka berbeda. Dia bisa benar-benar berubah jadi setan.

Rere menunggu di depan pintu kelas, menangis tanpa suara karena dia sangat ketakutan Gio akan memukuli Max, tapi dia tak bisa menghentikan Gio untuk bicara dengannya. 

"Jangan takut, gue nggak mukulin kesayangan lo," Gio berkata dengan tajam, sebelum berjalan pergi, dan Max keluar tak lama kemudian. 

Rere hanya ingin melihat kalau Max tidak terluka, itu saja. 

"Maaf Max, gue harus bilang sama Gio. Dia tunangan gue."

Dan untuk Max, itu memperburuk semuanya. 

"RERE!!!" Gio berteriak marah melihat Rere bicara dengan Max. Dia  buru-buru kembali, menyambar tangan Rere, dan menyeretnya pergi. 

Max hanya berdiri mematung, melihat Gio menyeret Rere pergi.

"Maaf, Max!" kata Rere sekali lagi. 

Sejak itu, selama hampir dua bulan, setiap mereka ada kelas dengan Max, Gio menyuruh Rere duduk di sebelahnya. Rere betul-betul ditempel oleh Gio bila ada Max di ruangan yang sama. 

**************************************

Siang itu, Jeremy menghampiri Gio. Kelas mereka masih banyak yang sama, jadi mereka masih sering bertemu, walau sudah tak pernah hangout atau ngobrol bareng lagi. 

"Kata Helen lo mau foto pre-wed? Di studio foto gue aja, Gi. Gratis."

Gio mendengus lalu melanjutkan berjalan. "No, thanks."

"Gi, anggap ini wedding gift gue buat lo. Kita temenan udah lama, Gi. Gue mau ada andil juga di nikahan lo."

"Minggir, Jer, gue laper, mau makan."

Never Say NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang