Seumur hidup, baru pertama kalinya Gio merasakan diblok seorang perempuan di whatsapp.
Rere membloknya di whatsapp. Instagram dan X masih belum.
Gio mencoba mengirim DM di IG.
G: gue jemput. Balik lagi ke tempat gue. Harusnya gue masih satu malem sama lo ya, Anjir!
R: bodo amat. You're a fucking lunatic.
Rere meng-hide aplikasi Instagram di hpnya, sehingga dia tak perlu melihat DMnya Gio.
Rasanya Gio benar-benar jadi murka, ditinggalkan seperti itu, di apartemennya yang mewah itu.
**********************************
Merasa disembarangi dan dikurang ajari di pesta semalam, Rere tak menganggap Gio ada Senin paginya. Dia ada di sebagian besar kelasnya.
Gio duduk di sebelah Rere.
Rere pindah ke kursi lain.
Gio ikut pindah juga.
Rere pindah lagi.
Gio ikut lagi.
Drama kejar-kejaran kursi ini dilihat oleh satu kelas yang masuk pagi juga. Memalukan dan konyol, tapi ya mau bagaimana lagi?
"Lo maunya apa sih, Anjing? Gue lagi nggak mau lihat muka lo!!!" hardik Rere kesal.
"Gue mau duduk di sebelah lo! Siapa yang bisa larang? Ini universitas gue ya!"
Maxwell datang lima menit sebelum kelas mulai. Suatu hal yang tak biasa. Dia jadi duduk di kursi paling depan karena kelas itu sudah penuh.
Sengaja membuat Gio tambah kesal, Rere pindah duduk di sebelah Maxwell. Tak ada kursi lain di dekat situ yang kosong, dan Gio terpaksa menelan kemarahannya tanpa bisa berbuat lain karena dosen mereka sudah datang.
**********************************
Satu minggu itu berlangsung seperti itu.
Rere mendiamkan Gio. Dia tak membloknya di IG maupun X, tapi dia meng-hide apps tersebut di hpnya. Jadi sama saja Gio tak bisa bicara dengannya lewat hp. Ditelpon tentu saja Rere tak sudi mengangkat.
Gio yang biasa dimohon-mohon oleh perempuan kini didiamkan oleh Rere yang sangat disukainya. Rasanya seperti apa? Seperti di neraka!
Rere mengerjakan tugas kelompok dengan Maxwell dua kali minggu itu. Mereka selalu mengobrol dengan seru, dengan Rere yang tertawa-tawa.
Kenapa Gio tahu? Ya karena di cafe Rere mengerjakan tugas, dia mengikuti.
Karena "dianggurin," Gio akhirnya membawa laptopnya sendiri dan mengerjakan tugas-tugasnya sendiri, atau belajar untuk UAS yang sudah dekat.
Sebetulnya dia malas, tapi dia bosan juga bermain game di cafe sambil menunggu Rere.
Setiap hari dia mengajak Rere bicara, tapi selalu dijawab dengan galak dan disuruh pergi.
Dia juga selalu menawarkan Rere untuk mengantarnya pulang ke apartemennya bersama tiga temannya, tapi Rere selalu menolak dan malah naik mobil pesanan online. Bahkan sempat sekali dia pulang dengan diantar motor Max.
Gio mulai ingin menghajar Max, yang sebetulnya temannya sendiri selama tiga tahun terakhir ini.
Max sebetulnya tahu Gio cemburu padanya, tapi Max tak merasa pernah merayu Rere. Bagi Max Rere juga hanya teman. Teman yang smart, enak diajak mengerjakan tugas, dan menyenangkan.
Mereka sama sekali tak selingkuh, hanya bersosialisasi biasa. Kenapa dia harus menjauhi Rere? Silakan saja Gio mengikuti, dia tak akan bisa menangkap basah mereka melakukan hal yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Never Say Never
RomanceRebecca adalah mahasiswi paling cerdas di kampus. Pemenang berbagai penghargaan, ketua angkatan, dan dijuluki kampus queen. Populer, cantik dan smart. Pacarnya ganteng, sahabatnya juga keren. Tapi dunianya runtuh ketika dia tahu pacarnya selingkuh...