57. Reactions

789 79 17
                                    

Sebelum Max menyatakan cinta, Rere merasa biasa saja. Tapi setelah Max menyatakan cinta, ada rasa sesal di hatinya. Andai Max sadar lebih dulu, mungkin sekarang mereka sudah pacaran. 

Seminggu itu berlalu dengan gloomy bagi Rere dan Max. Setiap mereka sekelas, Gio meminta Rere duduk di sebelahnya, jadi Rere jarang sekali bicara dengan Max. 

Rere sadar dia sudah ada yang memiliki, dia bukannya lupa dia akan lamaran weekend itu, dengan laki-laki yang sangat bucin padanya. 

Tapi yah, namanya juga hati. Hati itu nakal, penasaran dan tak bisa diatur. 

Dia juga bukannya ingin selingkuh. Dia tak pernah membuat appointment apapun dengan Max minggu itu. Tak mengajak makan bersama atau kencan diam-diam. 

Hanya hati dan pikirannya yang ke mana-mana. 

"Lo ini mau lamaran tapi kok kayak banyak banget pikiran," celetuk Kinara suatu siang. 

Rere kaget, lalu tersenyum dengan paksa. 

Pertemanannya dengan Kinara, Wina dan Nita adalah pertemanan "kita hangout, ngobrol dan jalan bareng kalau sempet, kalau nggak, nggak apa-apa, tapi kita tetap teman."

Mereka berempat berteman sejak awal semester satu, empat perempuan ambisius yang punya segudang kegiatan. Walaupun satu apartemen, mereka jarang sekali bisa ngobrol berempat di saat yang sama, jadi saat Rere sibuk dengan Gio, mereka tak merasa kehilangannya. 

Hanya group whatsapp mereka saja yang ramai setiap hari, hangout berempat sih jarang. 

Seperti hari itu, mereka bisa lunch di kantin berempat. Sesuatu yang sangat-sangat jarang terjadi. 

Meski begitu, ketiganya sayang pada Rere, dan menyempatkan waktu untuk ke Medan mengikuti lamarannya weekend itu. 

"Btw lo sama Max ada apa sih? Berantem apa gimana?" tanya Nita. 

"Iya. Biasanya sering bareng di kampus. Sekarang diem-dieman. Masalah seminar nggak usah dibawa ke real life-lah," komentar Wina.

"Nggak. Bukan masalah seminar," jawab Rere lemas. 

"Jadi kenapa?" tanya Kinara sambil makan batagor, "Bukan dia bilang suka, kan?"

Kinara hanya asal, tapi sendok Rere sampai jatuh berdentang ke piring.

Ketiga temannya menatapnya seolah dia hantu yang muncul di siang bolong.

"Re?" Kinara bertanya dengan was-was. "Jangan bilang gue bener!"

Rere yang membisu malah membuat tiga temannya yakin kalau memang semua benar adanya. 

"Wah, parah. Cowok baik kok nikung teman sendiri," komentar Nita yang memang dari lahir selalu blak-blakan bicaranya. 

"Anjir lah si Maxwell, edan! Di saat lo udah mau lamaran!" umpat Wina.

"Terus lo kelihatan suram gini kenapa? Nyesel, nggak bisa nerima Max?" cecar Kinara.

Rere yang tak menjawab dan hanya mengaduk-aduk nasi soto ayamnya, benar-benar membuat semua temannya terperangah.

"Re. Dulu, kita emang nggak setuju banget lo sama Gio. Kita takut dia jahatin lo. Tapi lihat sekarang, dia serius banget sama lo, Re. Dia mau biayain kuliah lo di Oxford, dan dia juga mau nikah sama lo. Dia bahkan jadi rajin kuliah sejak sama lo. Dari cowok nggak jelas, sekarang dia berubah jadi future husband yang baik banget buat lo. Jadi sadar, Re. Lo ini udah jadi calon istrinya orang! Jangan lo mikirin cowok lain lagi!" Nita menguliahi Rere dengan berapi-api.

Selesai Nita bicara begitu, Gio masuk ke kantin bersama Jeremy dan Hendra. Mereka langsung menghampiri meja dan teman-temannya.

"Hai. Gue mau beli makanan, lo mau dibeliin something else?"

Never Say NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang