71. The Wedding Day Part 4

1.1K 100 12
                                    

Rere sangat menyukai pelaminannya yang cantik dan high class. Ballroomnya juga disulap jadi secantik dongeng, dengan dekorasi warna yang sama dengan pelaminannya, putih, krem dan pink.

Banyak kolega Hardian Ranggatama alias Papi yang datang dari luar negeri. Ada juga beberapa teman dekat saat papi kuliah di Oxford dulu. Ada juga deretan mentri dan mantan mentri, serta pengusaha dari berbagai bidang, juga selebritis terkenal yang dekat dengan Oma Anyelir yang dulunya penulis skenario. Ranggatama Corporation juga mempunyai production house dan banyak memproduksi film dan sinetron yang terkenal, sehingga selebriti yang lebih muda juga banyak yang datang.

Tapi yang paling membuat Rere merasa ingin pingsan adalah ketika presiden Indonesia tiba-tiba datang.

"Lah, Papi, katanya Pak Presiden sibuk banget dan nggak bisa dateng? Pak Wapresnya kan udah dateng? Tuh, lagi makan. Serius ini presiden repot-repot ke sini?" Gio bertanya dengan kaget. 

"Katanya sekalian visit ke Walikota Medan, soalnya kan ada expo UMKM se-Sumatra."

"I see."

Saat Gio menoleh ke samping, Rere sedang terduduk lemas di sofa mereka yang elegan. 

"Kamu kenapa?"

"Ini beneran Presiden mau datang?"

"Iya katanya udah deket."

"Kayaknya aku dikit lagi pingsan."

"Jangan. Orangnya biasa aja kok, nggak serem."

"Tapi dia presiden, Gi."

"Terus? Sama-sama makan nasi kok kayak kita, Re, bukan makan orang."

Rere meringis sambil merasa blank. 

Gio sudah beberapa kali bertemu dengan presiden Indonesia. Bukan hanya yang sedang menjabat, tapi juga mantan presiden yang sebelumnya, karena tentunya keluarganya banyak juga mengerjakan proyek pemerintahan. 

"Mari kita sambut, Bapak Presiden Republik Indonesia beserta Ibu Negara. Hadirin dimohon berdiri. Please welcome, The President of Indonesia with The First Lady. Ladies and Gentlemen, please stand up."

Bapak Presiden betul-betul sudah memasuki ruang resepsi beserta istri, diiringi para pengawalnya, dan langsung melangkah ke pelaminan. 

Saat bersalaman dengan Papi, Pak Presiden berkata, "Terakhir ketemu saya bilang bapak boleh jauh lebih kaya dari saya, tapi setidaknya anak-anak saya sudah menikah semua. Eh ternyata anak Pak Hardian menikah tahun ini. Selamat ya Pak, semoga cepat punya cucu!"

"Mantu saya masih mau kuliah, Pak, tapi terima kasih ya, doanya."

"Ah, iya, masih muda kan ya? Saya dengar diterima di Oxford, mantunya?"

"Betul, Pak."

"Selamat, selamat."

Pak Presiden lalu bersalaman dengan Mami, kemudian dengan Rere yang sudah merasa agak lemas. 

"Sakinah, mawaddah, warohmah ya, Mbak."

"Terima kasih, Pak."

"Cepat sekali menikahnya Nak Gio. Mau fokus bikin bisnis baru, ya?"

"Haha, nggak, Pak. Kalo soal bisnis masih harus banyak belajar. Ketemunya aja sama istri saya yang cepet. Kalo nggak dinikahin buru-buru nanti diambil orang, Pak."

"Hahaha. Selamat ya, Nak Gio."

"Iya, Pak, terima kasih."

Pak Presiden lalu bersalaman dengan orangtua Rere, kemudian berfoto dengan mereka. 

Never Say NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang