81. His Thesis Defense

699 83 10
                                    

Gio sudah membaca ulang skripsinya berkali-kali. Dia tahu setiap bagian dari skripsinya. Dharma juga menyarankan agar dia membuat rangkuman setiap bab. Gio melakukannya, dan membacanya berulang kali. 

Dia membuat slide powerpointnya sendiri. 

Selama kuliah Gio jarang sekali membuat presentasi. Bukannya tak bisa, dia hanya malas saja.

Tapi kini dia punya motivasi yang jelas. Semakin lama dia tak menyelesaikan skripsinya, semakin lama dia menyusul Rere. 

"Tidur, Gi. Jangan begadang, biar besok fresh," ucap Rere.

"Iya. Moga-moga aku bisa tidur."

"Kudoain bisa."

Gio tersenyum di video call mereka.

"Bisa ketemu kamu bentar lagi. Nggak sabar banget."

"Kamu bener bisa di sini pas aku ultah? Tadinya kan mau seminggu setelahnya."

"Harus bisalah, masa kamu birthday aku beda negara? Apa gunanya punya universitas kalo nggak bisa beresin Surat Keterangan Lulus aku seminggu."

"Kan kamu masih ada kuliah yang harus dikejar."

"Kejar semua seminggu."

"Parah, ih. Apa nggak kecapekan kamu?"

"Ya.....capek kayaknya. Tapi rewardnya bisa ketemu kamu pas kamu birthday. Daripada kamu birthday aku di sini. Aku bakal ngerasa lebih berat, Baby."

"Oke. Nggak boleh sampai sakit, ya, Gi."

"Nggaklah. I'm gonna be ok."

"Tidur dulu, besok sidang."

"Iya. Night, Baby, take care."

"Good night, Gi."

Di Oxford saat itu masih jam 5 sore, di Jakarta sudah midnight.

Begitu sambungan video call mereka terputus, rumah yang besar di Oxford itu terasa sepi. Karena itulah Rere selalu memasang musik ketika dia di rumah.

**********************************

Rere betul-betul masih bangun jam tiga pagi, saat di Jakarta jam 10 pagi dan sidang skripsi Gio akan dimulai. 

"Doain aku ya, Sayang."

"Iya, semangat, Gi," kata Rere sambil tersenyum.

"Kamu kelihatan capek banget. Jam berapa kelas kamu nanti?"

"After lunch kok. Tenang, selesai kamu sidang aku tidur. Nanti minta bangunin Bu Yayuk kalo sampai bablas."

Sidang skripsi Gio pun dimulai. 

Helen dan Jeremy menunggu di luar ruang kelas. 

Chrysanthemum University masih sama dengan banyak universitas lainnya di Indonesia, mewajibkan mahasiswanya mengenakan kemeja putih dan bawahan hitam untuk sidang skripsi. 

Gio pun begitu. Tapi dia juga pakai jas dan dasi, karena merasa aneh kalau hanya pakai kemeja dan celana panjang begitu saja untuk acara formal. Penampilannya sudah seperti CEO muda.

Dosen pengujinya ada dua, satu lagi dosen pembimbing. Awalnya Gio presentasi tentang isi skripsinya, lalu diberi pertanyaan-pertanyaan oleh para dosen penguji. 

Satu, dua pertanyaan, bisa dijawab Gio dengan baik. 

Dosen pengujinya lalu memberi pertanyaan yang lebih sulit, namun semua masih terkait skripsi Gio. 

Dan mereka dikejutkan oleh Gio yang tahu isi skripsinya luar-dalam.

Bahkan ketika diuji dengan pertanyaan: "Kamu yakin itu jawabannya? Apa nggak salah?"

Never Say NeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang