Bab 17

3.2K 45 3
                                    

SIANG-KOAN KIE mengadakan pemeriksaan sebentar dalam kamar itu, lalu keluar lagi sambil menutup kembali pintunya, kemudian lari pulang keloteng penyimpan kitab dibagian belakang kuil tua itu.

Tiba diloteng, ia melihat orang tua aneh itu sedang beristirahat disatu sudut sambil
memejamkan matanya.

Ia tiba diatas loteng itu menimbulkan suara cukup keras, tetapi orang tua itu agaknya tidak mendengar sama sekali.

Siang-koan Kie tidak berani mengganggu, ia duduk disampingnya, matanya mengawasi wajah orang tua itu, dalam hatinya berpikir, "Selama beberapa hari ini, oleh karena ingin membantu kepandaianku supaya mendapat kemajuan, entah berapa banyak tenaga telah dikeluarkannya, budi sebesar ini, entah bagaimana aku harus membalasnya...."

Sinar matahari masuk melalui lobang jendela, dalam ruangan loteng itu terasakan hawa hangat, orang tua itu yang duduk menyender di satu sudut sedang beristirahat, hampir tidak kedengaran suara bernapasnya.

Siang-koan Kie memperhatikan sikap orang tua itu, seolah-olah bukan sedang bersemedi, melainkan seperti orang tidur nyenyak.

Siang-koan Kie mengamat-amati wajah orang tua itu, pipi dan dahinya yang penuh keriput, nampak pucat pasi, alisnya dikerutkan agaknya sedang memikirkan persoalan rumit.

Semakin dipandang semakin kurang enak pikirannya, terpaksa memanggil, "Suhu!"

Orang tua itu membuka matanya, memandang Siang-koan Kie sejenak, lalu bertanya, "Apakah kau tidak keluar pesiar?"

"Suhu, teecu telah menyaksikan suatu pemandangan yang sangat ganyil, teecu ingin minta keterangan suhu."

"Apakah kau menyaksikan jenazah2 manusia dalam kamar-kamar itu?"

Siang-koan Kie tercengang.

"Apa? Apakah suhu sudah lama tahu?"

"Para padri itu semuanya mati dengan jalan membunuh diri."

"Mengapa mereka harus membunuh diri?"

"Urusan ini terlalu panjang ceritanya, nanti perlahan-lahan akan kuceritakan kepadamu, hanya apa yang aku ketahui tidak banyak, Kie-jie! Kecuali jenazah dalam kamar-kamar itu,
apakah kau menemukan barang lain?"

"Tidak!"

Orang tua itu mendadak melempangkan tubuhnya dan berkata, "Tahukah kau bahwa dalam kuil ini ada sebuah benda yang sedang dicari oleh setiap orang rimba persilatan?"

"Benda apa?"

"Aku sebetulnya ingin menunggu sampai benda itu sudah masak, hendak kugunakan untuk menolong diri seseorang, tetapi aku sudah menunggu hampir duapuluh tahun lamanya, benda itu masih tetap belum masak benar."

Dalam hati Siang-koan Kie setelah berpikir sejenak lalu berkata, "Benda itu tentunya berharga, entah siapa yang suhu hendak tolong? Apakah teecu boleh mencurahkan tenaga untuk memberi bantuan?"

Pemuda itu karena merasa berhutang budi terlalu besar, kepada orang tua itu, tiba-tiba
teringat bahwa itulah sebabnya untuk membantu orang tua yang baik budi itu.

Orang tua itu tertawa hambar, lalu berkata, "Nanti saja kita bicara lagi!"

Karena melihat suhunya tidak suka menceritakan, Siang-koan Kie juga tidak bertanya lagi, setelah keduanya hening sejenak, orang tua itu tiba-tiba tertawa dan berkata, "Kie-jie!
Jikalau kau sudah memahami kepandaianku, dikemudian hari apabila kau berkelana didunia Kang-ouw, pasti akan menjumpai banyak kesulitan yang terjadi diluar dugaanmu."

Siang-koan Kie tercengang.

"Mengapa?"

"Sebab apabila mereka mengetahui kepandaian yang kau gunakan, pasti menganggapnya bahwa aku masih hidup didalam dunia, banyak orang takut aku tidak mati! Mereka bisa memikirkan darimu untuk mencari jejakku, dengan demikian pasti akan berusaha dengan rupa-rupa akal keji menyusahkan dirimu."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang