Bab 7

4.7K 56 5
                                    

Belum lagi Siang-Koan Kie membuka mulut, orang tua itu sudah melayang ke sampingnya dan menanya perempuan itu dengan nada suara dingin, "Kau bocah perempuan ini adakah murid dari golongan Bit-tiyong?"

Perempuan muda itu menjawab sambil tersenyum, "Golongan Bit-tiyong jarang menerima murid perempuan, meski aku datang dari daerah perbatasan, tetapi bukan murid golongan Bit-tiyong."

"Tidak perduli kau dari golongan Bit-tiyong atau bukan, tetapi karena kau datang dari daerah perbatasan, pasti merupakan salah seorang yang turut ambil bagian dalam pertaruhan pertandingan ilmu silat ini? Kau sudah berani memasuki menara ini jangan pikir bisa keluar dengan selamat.

Perempuan muda itu bersenyum, lalu berkata, "Kakakku sendiri tidak bisa mengendalikan aku bagaimana dengan kau?"

Ucapan itu kedengarannya terlalu kekanak-kanakan sehingga Siang-Koan Kie merasa geli dan berkata, "Kita memang tidak seharusnya mencampuri urusannya, tetapi karena kau sudah mengetahui rahasia kita...."

Perempuan muda itu melirik Siang-Koan Kie sejenak lalu berkata dengan nada suara dingin, "Kalian orang2 dari suku Han, biasanya sangat keras sekali dalam peraturan terhadap kaum pria dan wanita, tetapi mengapa kau nampaknya selalu ingin mencari kesempatan untuk berbicara dengan aku?"

Pertanyaan itu meski sangat lucu tetapi perempuan itu sikapnya nampak serius.

Siang-Koan Kie merasa sangat malu, ia mundur dua langkah dan bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, "Apakah benar aku memperhatikan kecantikannya?"

Perempuan itu dengan bangga berkata pula, "Didalam kalangan kita suku Utgur, siapa yang berani melanggar aku secara berani begini, segera dihukum mati.... tetapi kalau sedang kita merayakan hari suci Tuhan Allah kami dibawah sinar rembulan yang terang, mereka boleh bebas mengajak aku menari."

Orang tua itu tiba-tiba mengacungkan tangannya dan berkata dengan nada dingin, "Sudah sepuluh tahun lebih aku tidak pernah membunuh orang, hari ini karena keadaan terpaksa, apa boleh buat aku akan membuka pantangan sekali saja."

Perempuan itu sedikitpun tidak menunjukkan rasa jeri, sambil bersenyum manis ia berkata, "Benarkah kau berani membunuh aku?"

"Mengapa tidak berani?"

Tetapi orang tua itu ketika menyaksikan paras yang cantik, hatinya bercekat, dalam hatinya lalu berpikir, "Perempuan ini meski dandanannya agak aneh tetapi dari sikapnya, menunjukkan sifatnya yang masih kekanak-kanakan dan kejujuran, ia ternyata tidak percaya kalau aku bisa membunuhnya sehingga sedikitpun tidak bersedia...."

Oleh karenanya hati orang tua itu merasa ragu2 tidak dapat mengambil keputusan.

Setelah perempuan itu berjalan menuju kedaun jendela ia baru keluarkan suara bentakannya, ia memerintahkan supaya perempuan itu tetap berdiri ditempatnya.

Sementara itu binatang harimau dan burung rajawali itu sudah menghalang dimulut jendela.

Dengan alis berdiri perempuan itu berpaling dan bertanya kepada si orang tua.

"Mengapa kau hendak membunuh aku."

Orang tua itu berpikir sejenak baru menjawab, "Asal kau tidak memberitahukan kepada orang lain tentang pertemuanmu dengan kita, aku akan lepaskan kau dari sini."

Paras perempuan muda itu mendadak menunjukkan sikapnya yang heran, biji matanya yang hitam jernih berputaran diwajah dua orang itu, dalam hatinya agaknya sedang memikirkan suatu persoalan yang amat sulit. Lama ia baru menanya dengan nada suara dingin, "Kalian tidak mengijinkan aku memberitahukan kepada orang lain, kiranya pasti ada orang yang bermusuhan dengan kakakku...."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang