Bab 44

2.4K 34 0
                                    

DUA ORANG TUA berbaju abu2 itu belum lagi turun tangan, Tiat-bok Taysu sudah kehilangan tenaganya untuk memberi perlawanan, empat orang berbaju hitam dengan cepat maju menotok dua bagian jalan darahnya kemudian dibawa kabur......

Entah berapa lama telah berlalu, Tiat-bok Taysu tiba2 tersadar dari mabuknya. Ia hanya merasakan tempat dimana ia rebah, dingin sekali, dengan sendirinya ia hendak bangun berdiri.

Satu suara yang lembut tapi dingin, terdengar dari sampingnya: "jangan bergerak."

Tiat-bok Taysu membuka matanya, seketika ia terkejut, karena duabelas bilah ujung pisau yang tajam, ditujukan kepada semua bagian jalan darah terpenting disekujur badannya, juga kepada kaki tangan dan lehernya, asal ia bergerak segera terluka diujung pisau.

Pisau2 tajam itu, bukan terpegang oleh manusia, melainkan menancap diatas sebuah lapisan besi selebar badan manusia, sedang ia sendiri rebah di-tengah2 besi seolah2 dalam kurungan, hanya bentuknya dan bayangannya agak berlainan.

Suara lembut dan dingin itu terdengar pula ditelingannya.

"Asal aku menggerakkan pesawat yang mengendalikan alat ini, segera akan ada kekuatan yang menggerakkan alat ini untuk menindih kau, sehingga dua belas ujung pisau itu akan menancap disemua jalan darah sekujur badanmu..."

Terdengar suara tertawa panjang, lalu dilanjutkan perkataannya:

"Dibawah alat ini, aku boleh menumpuk kayu dan kemudian kubakar, sehingga kau terbakar hidup2."

Tiat Bok taysu melirikkan matanya, sehingga ia dapat melihat bahwa orang yang berbicara itu adalah gadis cilik berbaju merah yang dijumpainya dilembah hitam itu.

"Lolap percaya kau memang dapat melakukan perbuatan itu....." demikian Tiat Bok taysu berkata.

"Kalau kau percaya itu bagus." berkata gadis cilik itu sambil tertawa.

"Kalian sebetulnya boleh mengambil jiwaku sejak tadi, tetapi mengapa kau lambat2an tak mau turun tangan, pasti masih memerlukan diri lolap."

"Dugaanmu tidak salah, tetapi aku juga sudah tahu bahwa kau tidak akan menghiraukan soal mati hidupmu, namun siksaan yang membuat orang tak bisa mati dan hidup, bukanlah setiap orang sanggup menerimanya."

Tiat Bok taysu terkejut mendengar ucapan itu, kalau benar gadis itu hendak memperlakukan dirinya demikian rupa, itu memang merupakan suatu siksaan yang paling hebat.

Karena ia adalah seorang beribadat tinggi dan mempunyai ketenangan luar biasa, meskipun dalam hati merasa cemas, tetapi diluarnya masih tetap tenang.

"Sebelum aku majukan pertanyaan, bagaimana kalau lolap menanyakan dulu beberapa soal kepadamu?" demikian Tiat Bok taysu berkata.

Gadis cilik itu agaknya tidak menduga akan ditanya oleh paderi tua itu, untuk sesaat ia tercengang, kemudian berkata:

"Boleh saja kau ingin menanyakan apa?"

"Bagaimana keadaan rimba hitam sekarang?"

"Sudah merupakan sebidang tanah gersang."

"Apakah kau sudah membakarnya?"

"Ya! Kubakar habis sebatang rumput pun tidak ketinggalan."

"Bagaimana dengan orang-orang rimba hitam? Sudah kabur ataukah kau bakar?"

Gadis cilik itu sikapnya sangat tenang, atas pertanyaan itu ia sambut dengan senyuman kemudian berkata:

"Asal dalam rimba hitam itu ada orang, sudah tentu tidak bisa kabur, api yang menyala itu, telah membakar apa yang ada dalam rimba seluas lima pal persegi itu, tiga hari tiga malam api itu belum padam, apabila disitu masih ada orang hidup itu akan merupakan suatu keajaiban."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang