Bab 118

2K 32 0
                                    

NIE SUAT KIAO yang bersembunyi didalam gubuk, tahu benar keadaan Kun-liong Ong, perkataan yang diucapkan olehnya, ditujukan kepada suhunya yang dibunuhnya sendiri.

Sebagai seorang cerdik, setelah membaca tulisan itu, Kun-liong Ong sudah tahu bahwa Teng soan sudah mengadakan persiapan, memancing dirinya masuk ke dalam makamnya.

Ia berjalan mundar mandir sambil menggendong tangan, agaknya sedang memikirkan dengan cara bagaimana untuk mendapatkan sobekan kitab.

Pengikutnya Kun-liong Ong, hingga saat itu masih belum tertampak, hal ini menimbulkan pikiran baru bagi Nie Suat Kiao, apakah Kun-liong Ong tergesa-gesa hendak sampai lebih dulu, sehingga para pengikutnya tidak dapat mengikuti jejaknya?

Ia khawatir Kun-liong Ong akan berubah pikiran, tidak mau masuk ke dalam makam, kalau benar demikian, maka usahanya hendak mengepung penjahat besar ini akan ter-sia2 saja.

Tiba2 ia melihat Kun-liong Ong berlutut di hadapan makam, mulutnya kemak kemik, entah apa yang dikatakan.

Setelah itu, mendadak berdiri dan memutari makam, kemudian balik ke tempatnya semula. Ia menarik napas panjang, kemudian berkata: "Aih! Kalau saat ini ada satu anak buahku atau musuhku, aku bisa paksa padanya masuk kedalam makam, untuk membuka jalan, dengan demikian aku tidak perlu menempuh bahaya sendirian."

Nie Suat Kiao yang menyaksikan sikap Kun-liong Ong, diam2 hatinya merasa lega, karena penjahat itu agaknya sudah mengambil keputusan hendak masuk ke dalam makam.

Tiba2 terdengar suara bentakan Kun-liong Ong: Siapa?"

Nie Suat Kiao terkejut, ia kira dirinya kepergok, maka diam2 menyiapkan tenaganya. Tetapi kemudian terdengar pula suara orang tertawa nyaring, yang disusul oleh kata2nya: "Aku si orang tua adalah Pao Kie Hian, kau siapa?"

Nie Suat Kiao kembali tercengang, siapakah Pao Kie Hian itu? Mengapa tengah malam buta mendatangi kuburan Teng Soan?

Saat itu muncul seorang tua berjenggok panjang putih, tangannya membawa tongkat.

Melihat orang tua itu menghampiri, Kun-liong Ong lantas membentak: "Aku ada disini, tua bangka lekas berhenti."

Orang tua yang mengaku Pao Kie Hian itu mendadak tertawa ter-bahak2. "Aku si orang tua sudah lama mendengar kebuasanmu, malam ini aku rasa beruntung dapat berjumpa denganmu."
"Tua bangka kau ngaco belo, apakah kau sudah bosan hidup?"
"Belum tentu, kalau kita bertanding, masih belum tahu siapa yang akan mati?"

Kun-liong Ong sangat marah, ia melompat menyerbu si orang tua.
"Bagus!" demikian orang tua itu berseru dan menyambuti serangannya.

Ketika kekuatan kedua pihak saling beradu, Kun-liong Ong masih tetap berdiri ditempatnya. Sedangkan Pao Kie Hian sudah mundur dua langkah.

Tetapi orang tua itu sangat jujur ia belum mengakui kekuatan Kun-liong Ong, sedikitpun tidak marah, sebaliknya malah tertawa ter-bahak2.
"Nama Kun-liong Ong, benar bukan nama kosong, malam ini aku si tua bangka benar2 menghadapi musuh tangguh."

Kun-liong Ong sudah mengangkat tangannya hendak menyerang orang tua, tetapi ketika mendengar perkataan itu, lantas mengurungkan maksudnya.
"Kau bukan tandinganku, aku juga tidak akan membunuhmu." demikian katanya.
"Bagus, bagus! Kalau ingin berunding untuk bekerja sama denganku, itulah yang paling baik! Tetapi syarat utama untuk bekerja sama, kedua pihak harus adil."
"Siapa akan bicara soal bekerja sama denganmu?.... tengah malam buta, apa perlunya kau datang kemari?"
"
"an kau sendiri, mengapa berada disini?" Demikian Pao Kie Hian balas menanya sambil tertawa ter-bahak2.

Nie Suat Kiao yang menyaksikan gayanya oran tua itu mengurut jenggotnya, mendadak teringat dirinya seseorang ....

Sementara itu terdengar suaranya Kun-liong Ong, "Apa kau hendak mencuri kitab pusaka Teng Soan dalam makam ini?"

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang