Bab 80

1.3K 32 0
                                    

GERAKAN pedangnya itu sangat aneh, merupakan gerak menotok tetapi juga mirip gerak membabat, ujung pedang ditujukan kepada seorang diantaranya.

Orang itu meskipun melihat pedang mengancam dirinya, tetapi ia berdiri diam, golok di tangannya diangkat tinggi sebatas dada tetapi ia tidak tahu bagaimana harus menangkis serangan pemuda itu.

Orang itu ternyata karena melihat gerakan serangan yang aneh itu, hingga tidak tahu bagaimana menangkisnya, maka terpaksa berdiri diam sambil melintangkan pedangnya untuk melihat gelagat.

Serangan pedang Siang-koan Kie dari lambat mendadak menjadi cepat, sinar putih berkelebat dan ujung pedang menyerang kepala orang itu.

Orang berbaju hitam itu mengangkat tinggi goloknya untuk menangkis pedang Siang-koan Kie tak disangka gerakan Siang-koan Kie ternyata lebih cepat, ketika golok orang itu diangkat tinggi, pedang Siang-koan Kie lebih dulu sudah meluncur melewati bawah goloknya, hingga orang itu tubuhnya terbelah menjadi dua.

Bwee Cian Tay yang menyaksikan kejadian itu, berkata sambil menghela napas, "Satu serangan yang ganas sekali."

Siang-koan Kie yang mendengar ucapan itu terkejut, tak disadari ia menoleh mengawasinya, gadis itu berdiri sambil melintangkan goloknya, sikapnya menunjukkan rasa terkejut bercampur kagum, hingga dalam hati anak muda itu merasa heran, maka segera menanyanya,
"Kenalkah nona dengan gerak tipu ini."
"Tidak, tetapi gerak tipu itu banyak mirip dengan retak tipu yang pernah kupelajari,'' menjawab gadis itu sambil menggelengkan kepala.
"Banyak bagiannya yang mirip? Dan bagian mana yang berlainan?"
"Perobahan gerakan pedangmu, jauh lebih ganas."
"Ilmu pedang nona, apa juga pelajaran dari ayahmu?"
"Sebagian besar dari ayah ..." mendadak gadis itu menutup mulut.

Siang-koan Kie yang menyaksikan sikap dan ucapan gadis itu, ternyata masih belum terlepas, dari sifat ke-kanak2kan, dibandingkan dengan Nie-Suat Kiao, jauh sekali perbedaannya.
"Nona, lekas ganti senjatamu," demikian Siang-koan Kie berkata sambil bersenyum.

Pada saat itu pasukan berbaju hitam itu, hanya tinggal dua orang yang masih hidup, tetapi dua orang itu sudah dibikin keder oleh ilmu pedang Siang-koan Kie yang sangat ganas itu. hingga tidak berani lagi melakukan serangannya.

Bwee Cian Tay mengawasi keadaan di sekitarnya sejenak, lalu berkata: "Aih! Diantara orang2 yang sudah mati ini, tak seorangpun yang menggunakan pedang, nampaknya aku sudah tidak dapat mengganti senjataku."

Siang-koan Kie yang sudah bertekad hendak menguji kepandaian gadis itu, supaya dapat digunakan untuk mempelajari kepandaian Kun-liong Ong segera memberikan pedangnya, seraya berkata: "Nona boleh menggunakan pedangku ini, dan aku akan menggunakan golok, mari kita mencoba mengadu kepandaian, bagaimana coba pikir?"

Bwee Cian Tay berpikir sejenak, kemudian ia menyambut pedang Siang-koan Kie dan menyerahkan goloknya sendiri.

Siang-koan Kie setelah menyambut golok dari tangan gadis itu, segera memulai membuka serangannya sambil berkata: "Nona, awas!"

Dengan satu gerak tipu gelombang ombak menggempur batu cadas, golok itu digunakan untuk menyerang sebagai pedang.

Bwee Cian Tay membabat dengan pedangnya, badannya turut memutar untuk mengelakan serangan goloknya.

Siang-koan Kie lompat menyingkir untuk menghindarkan serangan pedang kemudian dengan beruntun menyerang lagi sampai tiga kali.

Pedang Bwee Cian Tay tiba2 diputar sedemikian rupa, terus menyerbu dalam sinar golok Siang-koan Kie, dua senjata itu memperdengarkan suara nyaring, Siang-koan Kie tiba2 menarik kembali goloknya dan melompat mundur seraya berkata: "Ilmu pedang nona, benar saja luar biasa."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang