Bab 105

1.1K 26 0
                                    

WAN HAUW memeluk Nie Soat Kiao erat2, Nie Soat Kiao coba meronta, tetapi tidak berhasil melepaskan diri dari pelukan pemuda itu.

Wan Hauw yang bodoh tetapi jujur, dalam otaknya memang sudah lama terbayang bayangannya gadis itu. Karena pada hari2 biasanya Nie Soat Kiao berlaku angkuh dan dingin, hingga tidak berani memikirkan yang bukan2. Tetapi malam itu karena Nie Soat Kiao jatuhkan diri dalam pelukannya, sudah tentu membuatnya sangat girang.

Nie Soat Kiao yang sudah kena pengaruhnya arak obat, hawa napsunya berkobar, hingga membiarkan dirinya dipeluk dan dicium oleh Wan Hauw. Arak obat itu juga sudah menggelapkan pikirannya, hingga ia sudah tidak dapat membedakan siapa Wan Hauw dan siapa Siang-koan Kie.

Ini merupakan kesalahan yang mengenaskan. Wan Hauw yang bodoh, sudah lama jatuh cinta kepada Nie Soat Kiao, tetapi gadis itu sebetulnya cintakan Siang-koan Kie. Ini merupakan percintaan segi tiga yang sangat tidak enak bagi tiga pihak.

Wan Hauw sudah nyata tidak dapat kendalikan napsunya, dengan sangat berani merobek baju Nie Saot Kiao dan digulingkannya kedalam sampan.

Sampan yang kecil itu tergoncang hebat, air muncrat membasahi muka Nie Soat Kiao.

Tersiram oleh air dingin, Nie Soat Kiao tersadar seketika. Ketika menampak bajunya robek, dalam hati merasa malu dan cemas, dengan cepat ia gerakan jari tangannya, menotok jalan darah Wan Hauw.

Waktu itu, Wan Hauw sudah tidak bisa kendalikan pikiran sehatnya, karena Nie Soat Kiao meronta, dalam cemasnya segera menotok jalan darahnya.

Kedua2nya turun tangan berbareng, hingga satu sama lain terkena totokan dan rubuh dengan berbareng.

Sampan itu kehilangan kemudinya, terbawa oleh angin malam, terombang ambing ditengah danau.

Entah berapa lama sudah berlalu, Siang-koan Kie yang mendusin lebih dulu.

Pada saat itu, rembulan sudah selam, udara gelap, hanya bintang dilangit yang menerangi jagat.

Siang-koan Kie kucek2 matanya dan berduduk, ketika ia melihat keadaan Wan Hauw dan Nie Suat Kiao, bukan kepalang terkejutnya. Disamping itu, ia juga merasa gusar dan duka.

Lebih dulu ia benamkan kepalanya kedalam air, supaya otaknya jernih kembali.

Setelah itu, ia telah menyaksikan Nie Suat Kiao berada dalam keadaan hampir telanjang, lengan kirinya memeluk leher Wan Hauw. Keduanya tidur berdampingan.

Perasaan irih hati timbul dalam hatinya, ia berdiri menarik napas dalam2. Dalam otaknya terlintas suatu pikiran jahat. Lambat2 ia mengangkat tangannya. Asal ia menurunkan tangan itu, Nie Suat Kiao dan Wan Hauw kedua-duanya akan terbinasa dibawahi tangannya.

Kejadian dimasa yang lampau terbayang dalam otaknya. Ia ingat bagaimana dirinya dihajar oleh Kun-liong Ong, sehingga terjatuh kedalam jurang.

Ia ingat ibu Wan Hauw, yang hidup dalam kesunyian dan berpenyakitan, bagaimana perempuan tua itu telah merawat dan melindungi dirinya....

Akhirnya ia menghela napas panjang, pikirannya yang sesat telah lenyap seketika. Ia membuka baju luarnya, diselimutkan kebadan dua orang, lalu ia sendiri menyender disampan dan tidur pulas.

Siang koan Kie terjaga oleh sinar matahari pagi yang menyinari mukanya. Ia melihat Nie Suat Kiao dan Wan Hauw agaknya masih tidur nyenyak.

Diam2 berpikir "disekitar danau ini entah ada berapa banyak orangnya Kun-liong Ong. Apabila keadaan mereka ini dilihat oleh orang2nya Kun-liong Ong atau orang2 golongan pengemis, bukanlah Nie Suat Kiao akan kehilangan muka?"

Ia lalu mendorong Wan Hauw dan memanggil-manggil.

Tetapi mereka agaknya sedang tidur nyenyak, sedikitpun tidak menghiraukan panggilannya.
Siang-koan Kie sangat jengkel, ia pikir akan membiarkan mereka dalam keadaan demikian dan akan ditinggalkan begitu saja. Ia berdiri, tetapi tidak tega meninggalkan mereka.
Pikirnya lagi: "Apabila diketahui oleh orang2 golongan pengemis Nie Suat Kiao tentu tidak ada muka lagi menjabat penasehatnya. Kalau benar terjadi demikian, siapa lagi yang dapat menindas pengaruh Kun-liong-Ong?..."

Irama Suling Menggemparkan Rimba PersilatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang